Kairo, (ANTARA News/Xinhua/Reuters) - Liga Arab, yang berpusat di ibukota Mesir --Kairo, Rabu, menyampaikan keprihatinannya mengenai perkembangan kejadian paling akhir di Mauritania, menyusul kudeta militer di negeri itu. Organisasi pan-Arab tersebut menyerukan dipeliharanya proses demokratis di negeri itu, dan mendesak semua pihak terkait agar menyelesaikan semua masalah melalui dialog, demikian antara lain isi pernyataan Liga Arab. Menurut laporan sebelumnya, militer Mauritania melancarkan kudeta pada Rabu di ibukota negeri tersebut, Nouakchott, dan menangkap Presiden Sidi Mohammed Ould Cheikh Abdallahi serta Perdana Menteri Yahya Ould Ahmed Waghf. Tak lama setelah kudeta dilancarkan, tentara di negeri itu mengumumkan pembentukan Dewan Negara, dan mengatakan Abdallahi tak lagi menjadi presiden. Dewan Negara telah mengeluarkan pernyataan, yang mengatakan bahwa Dewan tersebut akan dipimpin oleh mantan kepala pengawal kepresidenan di Mauritania Jenderal MOhamed Ould Abdela Aziz. Sementara itu di Washington, Amerika Serikat, Rabu, mengutuk kudeta di Mauritania dan mendesak militer agar membebaskan Presiden dan Perdana Menteri serta memulihkan pemerintah hasil pemilihan umum demokratis. "Kami menyeru militer untuk membebaskan Presiden Sidi Mohamed Ould Cheikh Abdallahi dan Perdana Menteri Yahya Ould Ahmed Waghf serta memulihkan pemerintah yang dipilih secara demokratis, berdasarkan undang-undang dasar dan sah," kata Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice dalam suatu pernyataan. Abdallahi, presiden pertama yang dipilih secara demokratis di Mauritania, digulingkan dan ditangkap bersama Perdana Menterinya, Rabu, oleh kepala pasukan pengawal kepresidenannya, Mohamed Ould Abdel Aziz. "Kami menentang setiap upaya oleh anasir militer untuk mengubah pemerintah melalui cara-cara yang di luar undang-undang dasar," kata Rice. Ia menyambut baik pernyataan dari Uni Afrika dan Uni Eropa, yang mengutuk kudeta tersebut. "Amerika Serikat mengharap semua mitra internasional kami agar mengutuk tindakan anti-demokrasi ini." Sebelumnya, Departemen Luar Negeri menyatakan kedutaan besar AS di Mauritania masih beroperasi dan telah mengeluarkan peringatan kepada warganegara Amerika di sana agar tetap tinggal di rumah. Akhir tahun lalu, Mauritania dipilih oleh Millenium Challenge Corporation dalam pemerintah Presiden George W. Bush untuk ikut dalam "program permulaan" dua-tahun, yang dapat membantu negara berkembang memenuhi syarat bagi bantuan AS.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008