Bandung (ANTARA) - Asosiasi Teh Indonesia (ATI) menyatakan selama 10 tahun terakhir industri teh dalam negeri sedang dalam keadaan lesu atau terpuruk, kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti gempuran impor komoditas teh dan melemahnya ekspor komoditas teh Indonesia.
"Sekitar 15 atau 20 tahun lalu industri teh dalam negeri itu kondisinya masih bagus tapi kurun waktu 10 tahun terakhir, teh Indonesia mengalami kelesuan yang nyata," kata Ketua Dewan Pembina Asosiasi Teh Indonesia, Dr Ir Wahyu MM, pada acara "National Tea Competition 2019" dan Penobatan Duta Teh Indonesia di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat.
Akibat melemahnya industri teh Indonesia, kata Wahyu, maka produksi teh dari petani lokal kurang dihargai dan nilainya jauh lebih rendah dari harga pokok.
Baca juga: "National Tea Competition 2019" upaya dongkrak industri teh Indonesia
"Dan kondisi ini bukan hanya terjadi di perkebunan teh yang dikelola oleh PTPN saja tapi juga perkebunan swasta, perkebunan rakyat. Dan hal ini sangat lah berat bagi kami," kata dia.
Wahyu mengaku miris karena setiap hotel bintang empat dan lima yang ada di Indonesia menyajikan teh dari luar negeri yakni teh Pakistan dan Singapura.
"Itu kalau kita hotel bintang, yang disajikan itu Dilmah (Teh dari Srilanka) atau TWG (Teh dari Singapura) bukan teh Indonesia. Padahal kalau kita cek, kita punya teh yang kualitasnya sama dengan TWG. TWG harga bisa mencapai 2 juta per kilo dan kita punya teh sejenis yang harganya hanya Rp50-60 ribu per kilo," kata dia.
Baca juga: Kadin minta pemerintah kaji ulang BM impor teh
Dia mengatakan pihaknya akan memulai sejumlah langkah untuk mengembalikan kejayaan industri teh dalam negeri salah satunya dengan re-branding teh Indonesia lewat acara "National Tea Competition 2019" dan Penobatan Duta Teh Indonesia.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Dede Kusdiman menambahkan perkembangan industri teh dalam negeri terus mengalami penurunan baik dari segi luas area dan produksinya.
Posisi saat ini, kata Dede, luas area perkebunan teh Indonesia hanya 119 ribu hektare padahal dulu mencapai 140 ribu hektare.
"Begitu pun dengan produksi teh-nya yang juga berkurang. Dulu kita itu posisi ketiga di dunia sebagai negara penghasil teh tapi sekarang turun menjadi ke-tujuh. Termasuk ekspor ke luar negeri mengalami penurunan, sekitar tujuh tahun terakhir kita bisa mengekspor 70 ribu ton teh sekarang hanya mampu 40 ribu ton saja," kata dia.
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019