Bandarlampung (ANTARA News) - Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang dilepaskan di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Lampung Barat (Lambar) belum lama ini, dilaporkan kembali masuk perkampungan dan telah memangsa hewan ternak peliharaan warga setempat. Informasi dari warga di Pemangku Pengekahan, Pekon Way Haru (kampung kantong di dalam hutan TNBBS), di Kecamatan Bengkunat Belimbing, Rabu siang, menyebutkan sejak awal Agustus 2008 lalu, warga telah kehilangan belasan ekor ternak kambing dan ayam peliharaan mereka. Pimpinan LSM Kawan Tani, Kurniadi, menerima laporan warga dampingan di sana, di antaranya pada Jumat (1/8), puluhan ekor ternak kambing warga di Pengekahan dinyatakan hilang, diduga dimangsa harimau yang beberapa waktu lalu telah dilepasliarkan di hutan dekat sana. Dua ekor harimau asal Aceh diliarkan di kawasan TNBBS belum lama ini, namun seekor di antaranya kerap masuk perkampungan. "Pak Musa, warga Pengekahan yang antara lain melaporkan kehilangan banyak kambing peliharaannya itu," kata Kurniadi pula. Pada Senin (4/8), warga melaporkan pula, telah kehilangan 10 ekor ayam peliharaan mereka di sana. Diduga ayam itu juga dimangsa harimau asal Aceh Selatan yang telah dilepasliarkan di sana. Kehilangan ayam ternak itu dilaporkan keluarga Matondang di sana. Menurut laporan warga, dalam beberapa hari selama satu pekan ini, kerap terlihat seekor harimau berada di sekitar perkampungan mereka, termasuk berada di dekat rumah warga dan sekolahan di sana. "Harimau itu terlihat warga tidur-tiduran di dekat rumah mereka, dan masuk pula ke halaman sekolah yang ada di sana," kata Kurniadi lagi. Warga yang melaporkan keberadaan dan gangguan harimau itu, menyebutkan, kendati telah coba diusir untuk kembali ke hutan, ternyata harimau itu masih kembali lagi ke kampung mereka. "Tadi malam (Selasa, 5/8), warga melaporkan harimau itu datang lagi masuk ke kampung, sehingga menimbulkan keresahan di sana," ujar Kurniadi pula. Gangguan harimau itu, selain kepada Balai Besar TNBBS, telah pula dilaporkan warga kepada anggota DPRD Kabupaten Lampung Barat, untuk dapat menyikapi dan mengantisipasi kemungkinan buruk dapat terjadi. Terus dipantau Menurut Koordinator Konservasi Harimau LSM Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP) sekaligus Ketua Forum Harimau Kita, Hariyo Tabah Wibisono, saat dihubungi sedang berada di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), memastikan dua dari lima ekor harimau asal Aceh yang telah dibawa ke Lampung dan diliarkan di hutan TNBBS itu, masih terus dalam pemantauan bersama. Pada kedua leher harimau itu dipasang GPS Collar berupa kalung yang dapat melacak aktivitas satwa langka di dunia itu, melalui satelit dan via internet setiap saat. Hasil pemantauan sejak pelepasliaran pada Selasa (22/7), kedua harimau diketahui telah masuk ke dalam hutan di TNBBS sejauh beberapa kilometer. Kedua harimau jantan itu, "Pangeran", berusia 5-6 tahun, dan "Agam" berusia empat tahun. "Tidak ada masalah dengan keberadaan `Pangeran` itu di dalam hutan TNBBS, tapi belakangan dilaporkan `Agam` yang masuk ke perkampungan warga di Pengekahan," kata Hariyo pula. Menurut dia, guna mengatasi gangguan satwa liar itu terhadap warga (terdapat 500-an jiwa warga di enclave Pengekahan seluas 120 ha dalam hutan TNBBS di Lampung Barat), tim mitigasi konflik WCS-IP di Lampung telah turun ke lokasi sejak Minggu (3/8) lalu. "Kami di WCS-IP dan Forum Harimau Kita juga sepakat untuk segera memperkuat tim mitigasi, mengingat adanya ratusan warga di sana yang juga perlu dilindungi," kata dia pula. Sebelumnya Bupati Lambar, Mukhlis Basri, berharap, Departemen Kehutanan segera menyetujui penggunaan lahan hutan TNBBS di Sumberejo, Kec. Bengkunat sebagai lahan pengganti ("tukar guling") bagi lahan 120 ha di Pengekahan. Relokasi itu semula bertujuan menjamin perlindungan satwa langka dan kelestarian hutan TNBBS itu, sekaligus memberikan alternatif penghidupan yang lebih baik bagi ratusan warga itu. "Relokasi sebenarnya sudah lama direncanakan sebelum keberadaan dan pelepasliaran harimau itu. Tapi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan, antara lain karena masih menunggu izin penggunaan lahan pengganti itu dari Menteri Kehutanan, dan perlu dukungan pihak ketiga untuk membantu memberikan dukungan fasilitas bagi warga yang akan direlokasi," kata Mukhlis pula. Dia membenarkan, setelah akhirnya harimau asal Aceh diliarkan di hutan dekat permukiman warga yang rencananya akan direlokasi itu, desakan agar Pemda setempat segera mengatasi kemungkinan konflik satwa harimau itu dengan warga di sana juga disampaikan para anggota DPRD maupun kalangan pencinta lingkungan di sana. Hutan TNBBS seluas 356.800 ha berada pada tiga kabupaten di Lampung dan Bengkulu (dua di Lampung, Lampung Barat/Lambar dan Tanggamus, serta satu kabupaten di Bengkulu Selatan). Areal tempat pelepasliaran dua harimau asal Aceh berada pada kawasan seluas sekitar 53.000 ha di wilayah Kabupaten Lambar. Diperkirakan di hutan TNBBS itu, masih hidup secara alam sebanyak sedikitnya 38 ekor harimau sumatera. Tiga ekor lagi harimau asal Aceh masih dalam perawatan di kandang milik Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) yang dikelola anak perusahaan Artha Graha Network pimpinan konglomerat Tommy Winata, di hutan TNBBS, dan direncanakan dalam waktu dekat juga akan diliarkan di hutan di sana. Kepala Balai Besar TNBBS, A Kurnia Rauf, saat dihubungi beberapa kali untuk meminta kejelasan atas gangguan harimau itu, tidak bisa dihubungi kendati telepon selulernya aktif. (*)
Copyright © ANTARA 2008