Jakarta, (ANTARA News) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berencana meluncurkan pangan cepat saji yang disterilkan dengan radiasi dosis tinggi sehingga mampu bertahan selama setahun di suhu kamar. "Sekarang, kami sedang menguji keamanannya," kata pakar radiasi pangan dari Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Batan Dr Zubaedah Irawati di sela Pameran Teknologi dan Simposium tentang hasil-hasil riset Batan di Jakarta, Rabu. Pangan cepat saji steril seperti rendang, semur, pepes, opor ayam dan lainnya tersebut untuk keperluan pasien rumah sakit yang memiliki imunitas rendah dan keperluan pangan darurat bencana. Pangan steril mensyaratkan telah diradiasi dengan dosis di atas 45 kGy, sehingga pada saat itu seluruh bakteri berspora yang bersifat patogen dan mampu hidup di kondisi tanpa udara seperti Clostridium Botulinum, telah mati,kata Zubaedah . Di Indonesia, pangan yang disterilisasi dengan radiasi dosis tinggi belum ada, namun di luar negeri sudah banyak. Sedangkan pangan cepat saji yang diradiasi dengan dosis di bawah 10 kGy sudah banyak tersedia namun dosis tersebut hanya bersifat pangan sanitasi (pasteurisasi) dan tak mampu bertahan lama. Untuk radiasi dosis tinggi di atas 10 kGy sudah diatur dalam Codex Almentaris Commission Rev 1-2003. Meskipun masih dalam tahap uji keamanan, ujarnya, pangan cepat saji yang diradiasi dengan dosis tinggi sudah pernah dikirimkan ke Aceh dan Yogyakarta saat terjadi bencana gempa dan tsunami melalui koordinasi dengan KementerianB Ristek. "Mereka (korban bencana -red) malahan meminta lebih banyak lagi karena terbukti memang aman-aman saja," kata Zubaedah. Namun untuk dilepas ke pasar, pangan cepat saji dengan radiasi dosis tinggi itu harus melalui berbagai uji dulu sebelum mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM), ujarnya. "Soal itu terhambat di masalah dana. Untuk uji dengan hewan coba saja membutuhkan minimal Rp50 juta untuk satu jenis makanan. Jadi masih sangat panjang untuk diluncurkan, apalagi untuk pasien rumah sakit. Kita tak boleh gegabah meski dari riset lab sudah aman," katanya. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008