Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni membenarkan bahwa jemaah haji akan mendapat makanan tambahan usai melaksanakan wukuf, berada di Musdalifah dan usai melaksanakan jumroh di Mina. Pemberian makanan selama tiga kali di tanah suci itu merupakan komitmen pemerintah dalam meningkatkan pelayanan jemaah haji, kata Menteri dalam percakapan di pesawat dengan Antara pada perjalanan pulang dari Makassar ke Jakarta, Selasa. Sebalumnya Maftuh melakukan perjalanan dinas ke beberapa kota di Sulawesi, Makassar, Mamuju dan Kendari. Sedangkan rencana kunjungan ke Palu dan Tanatoraja dibatalkan karena ada kegiatan lain yang lebih mendesak. Maftuh Basyuni menjelaskan, semula jemaah Indonesia direncanakan akan diberi makan selama berada di Mekkah, seperti yang dilakukan di Madinah dan Arafah dan Mina (Armina). Namun setelah dibahas bersama Komisi VIII DPR, maka rencana itu dibatalkan karena berbagai pertimbangan. Rencana pemberian makan tambahan akhirnya diputuskan selama jemaah berada di Muzdalifah ketika melakukan mabit (bermalam), perjalanan dari Muzdalifah ke Mina dan usai melaksanakan jumroh. Ia berharap rencana ini dapat diwujudkan pada tahun ini, sebab untuk marealisasikan sangat tergantung pada kesiapan perizinan yang berlaku di negara tersebut. Pemberian makanan tambahan itu tata caranya berbeda dengan pemberian makan di Armina. Tahun lalu jemaah Indonesia mendapat makan dengan cara disajikan secara prasmanan. Cara tersebut akan tetap dipertahankan pada tahun ini karena dinilai baik bagi jemaah haji. Menurut Maftuh, makanan tambahan itu dalam bentuk kemasan kaleng dan tahan lama, sehingga kemungkinan basi dapat dihindari dan mudah dibawa bagi jemaah haji. Di kalangan militer jenis makanan itu disebut T2, kata Maftuh. Sementara itu, Direktur Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji, Abdul Gafur Jawahir membenarkan bahwa pemberian makanan yang biasa dikonsumsi tentara dalam medan tempur tersebut, kini dalam proses perizinan dari pemerintah Arab Saudi. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan menyangkut produksi jenis makanan T2 itu. Pengusaha di dalam negeri baru bisa memproduksi dalam jumlah besar, sekitar di atas 6000 kaleng, jika perizinan dari pengusaha dan instansi pemerintah setempat sudah beres. `Harapannya ingin cepat beres,` katanya. Pemberian makanan jenis T2, kata Gafur, sudah dilakukan beberapa negara Islam di Timur Tengah karena dinilai lebih efisien, sehingga kesehatan jemaah haji tetap terjaga, katanya. Masih digarap izinnya, terutama menyangkut uji laboratorium di negara tersebut. Namun yang jelas, pada musim haji kali pertama ini akan direalisasikan, kata Gafur lagi. (*)
Copyright © ANTARA 2008