Keuntungan perbankan melalui NIM itu terlalu tinggi, ada yang sampai 4-5 persen, di negara lain paling tinggi dua persen

Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai margin bunga bersih (net interest margin/NIM) perbankan yang tinggi menahan laju kredit dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Keuntungan perbankan melalui NIM itu terlalu tinggi, ada yang sampai 4-5 persen, di negara lain paling tinggi dua persen. NIM tinggi otomatis suku bunga kredit juga tinggi," ujar Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad usai acara "Dialog 100 Ekonom Bersama Wakil Presiden RI" di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, tingginya NIM di perbankan nasional akan berdampak kepada dunia usaha yang relatif masih mengandalkan bank sebagai salah satu sumber pendanaan.

"Harusnya pemerintah melakukan koordinasi dengan perbankan, terutama BUMN untuk dapat melakukan penurunan suku bunga kredit setelah Bank Indonesia mengumumkan penurunan suku bunga (BI 7Day Reverse Repo Rate)," katanya.

Baca juga: Kenaikan bunga acuan BI hantam NIM Bank BRI semester I

Ia mengharapkan bank BUMN dapat lebih berperan aktif dalam menggerakkan ekonomi nasional, salah satunya melalui pemberian kredit rendah.

"Jangan sampai bank-bank BUMN dikejar dividen, tetapi lupa terhadap misi dalam menggerakkan ekonomi," ucapnya.

Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), perbankan mengindikasikan pertumbuhan kredit baru melambat pada triwulan III-2019, tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru pada triwulan III-2019 sebesar 68,3 persen, lebih rendah dibandingkan 78,3 persen pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 September 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen.

Baca juga: BI diperkirakan sekali lagi turunkan suku bunga acuan pada 2019

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019