Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia dan Selandia Baru mengadakan konferensi dua hari Manajemen Risiko Bencana guna memperingati 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara."Acara ini digelar guna memperingati 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Dalam kesempatan ini kedua negara akan berbagi pengalaman dan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak serta memperkuat kerja sama di masa mendatang dan memperkuat hubungan dwipihak mengingat kedua negara sama-sama berada di sabuk bencana," kata Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda seusai membuka konferensi tersebut di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa.Menurut Hassan, manajemen risiko bencana memerlukan kerja sama kawasan dan internasional karena bencana tidak mengenal batas negara dan tidak ada satu negara pun yang bebas bencana. "Kawasan Asia Pasifik khususnya terletak di `ring of fire` karena itu kita harus mempersiapkan strategi khusus penanganan bencana, mengesahkan Undang-Undang bencana ataupun menyiapkan rencana rehabilitasi dan rekonstruksinya," ujarnya. Hassan mengatakan Indonesia dan Selandia Baru memiliki kondisi geografis yang hampir mirip dan memiliki sejarah bencana yang lebih kurang sama sehingga kerja sama di bidang manajemen risiko bencana sangat tepat. "Selandia Baru memiliki teknologi manajemen risiko bencana yang maju dan Indonesia memiliki pengalaman dalam menangani Aceh pascatsunami," ujarnya. Sementara itu Menteri Pertahanan Sipil Selandia Baru Rick Barker mengatakan melindungi satu individu dari ancaman bencana bukan sekadar tugas suatu pemerintah tertentu tetapi merupakan hak asasi manusia dasar dari seluruh manusia. "Ini tidak tentang jumlah, ini tentang individu yang memiliki keluarga dan lain-lain dan tugas kita bersama untuk saling menjaga," ujarnya. Lebih lanjut Barker mengatakan Pemerintah Selandia Baru selalu melibatkan masyarakat dalam setiap rencana manajemen risiko bencana karena masyarakat setempat adalah pihak yang paling memahami potensi bencana daerahnya. "Pemerintah Selandia Baru memiliki program 4 R yaitu `reduction, readiness, response, recovery` karena bencana tidak dapat diprediksi oleh karena itu kuncinya adalah harus selalu siap siaga," katanya. Pada kesempatan yang sama Kepala Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias Kuntoro Mangkusubroto menjelaskan mengenai proses rehabilitasi dan rekonstruksi raksasa yang dilakukan di Aceh pascatsunami 2004. "Kami membangun 112.346 unit rumah baru, 787 unit fasilitas kesehatan, 1.045 unit bangunan sekolah, 2.542 kilometer jalan, 11 bandara, 18 pelabuhan laut dan lebih 1.500 sarana ibadah," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008