Pakaian kan juga soal identitas, kalau identitasnya terus-terus dirampas lalu apa lagi yang tersisa
Jakarta (ANTARA) - Jalan kebudayaan bisa menjadi salah satu cara untuk mengentaskan masalah di Papua, kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid di Jakarta, Kamis.
Menurut Hilmar akar masalah di Papua selain sosial dan ekonomi, adalah masalah dirampasnya kebudayaan mereka.
"Sebagian masalah yang terjadi di Papua karena kebudayaan, apa yang ditampilkan mereka saat ini adalah ekspresi kemarahan yang terkait dengan identitas mereka," kata Hilmar.
Baca juga: Kemendikbud: PKN akan diperluas di tingkat daerah
Para pendatang dari luar Papua, menurut dia, kerap kali kurang memahami dinamika masyarakat asli Papua, sehingga muncul stereotip dan hal lainnya kepada masyarakat di sana.
Perkara identitas itu misalnya pada era 1970-an pernah terjadi operasi koteka yang memaksa masyarakat di sana untuk menggunakan pakaian.
Secara tidak di sadari menurut Hilmar, hal itu telah merebut identitas mereka. "Pakaian kan juga soal identitas, kalau identitasnya terus-terus dirampas lalu apa lagi yang tersisa," kata dia.
Hal ini terus terjadi dari tahun ke tahun, sehingga akumulasinya adalah ekspresi yang ditunjukkan oleh masyarakat Papua saat ini. Ketegangan semacam ini, jika tidak diselesaikan dari akarnya akan menjadi bom waktu yang dapat meledak sewaktu-waktu, ujarnya.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu jalan kebudayaan, misalnya dengan memperhatikan dan mengapresiasi kebudayaan-kebudayaan asli Papua.
Namun jalan ini, kata Hilmar tidak bisa ditempuh dengan waktu yang singkat, butuh kesabaran untuk mencapainya.
"Kalau ini terus diperkuat itu akan sangat membantu. Paling tidak timbul adanya pengertian dulu. Karena jika diajak berbicara kadang-kadang sulit nyambung, tetapi kalau dengan kesenian, misalnya melalui musik atau tarian itu bisa nyambung," kata dia.
Baca juga: Kemendikbud: DNA tunjukkan keragaman masyarakat Indonesia
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019