Melbourne, 5 Agustus 2008 (ANTARA) - Hari ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah mengikuti penutupan pertemuan "APEC Ministerial Meeting on Structural Reform (APEC-MMSR)" yang diselenggarakan pada tanggal 3-5 Agustus 2008 di Melbourne, Australia. Acara itu dihadiri oleh 17 menteri dan puluhan pejabat senior dari 21 anggota APEC, Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB), Sekjen OECD dan sejumlah pengusaha utama mancanegara yang tergabung dalam APEC Business Advisory Council (ABAC). Pertemuan 3 hari itu merupakan pertemuan pertama Menteri-menteri yang berkaitan dengan reformasi struktural di masing-masing anggota APEC sebagai tindak lanjut kesepakatan para pemimpin APEC pada pertemuan mereka di Sydney bulan September 2007. Tujuan MMSR adalah membahas kemajuan dan tantangan masing-masing anggota APEC dalam mengimplementasikan reformasi struktural di bidang ekonomi, dan menyepakati agenda ke depan untuk APEC di bidang ini. Isu-isu pokok yang dibahas adalah 1) Tantangan politis yang dihadapi dalam mengimplementasikan reformasi struktural, 2) Dialog dengan bisnis mengenai reformasi struktural, 3) Bagaimana reformasi regulasi mendorong reformasi struktural dan 4) Langkah-langkah ke depan. Pada pertemuan itu Menkeu menjadi pembicara utama pada sesi keempat tentang langkah-langkah ke depan, dan menyampaikan pandangannya pada tiga sesi lainnya. Menkeu menjelaskan sejumlah reformasi struktural yang telah dijalankan di Departemen Keuangan selama ini, terutama berkaitan dengan perbaikan Tata Kelola Sektor Publik (Public Sector Governance). Fokus yang terus-menerus terhadap perbaikan tata kelola dan transparansi sangat penting dalam membangun legitimasi institusi publik di Indonesia dan pelayanan yang dilakukan oleh institusi itu. Pada gilirannya legitimasi itulah yang akan mampu membangun dukungan terhadap reformasi yang berkelanjutan. Menkeu selanjutnya menjelaskan bahwa kebutuhan membangun kembali kepercayaan publik terhadap institusi di Indonesia menjadikan isu public sector governance sebagai prioritas kunci Departemen Keuangan. Secara khusus dijelaskan bahwa fokus utama adalah reformasi birokrasi yang diarahkan kepada pembentukan profesionalisme dan akuntabilitas pegawai negeri sipil. Pada bagian lain Menkeu juga menjelaskan bahwa Indonesia telah mengalami perjalanan yang cukup panjang dalam reformasi struktural sejak krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an. Pada awalnya reformasi didukung oleh International Monetary Fund (IMF) yang tidak dapat dilanjutkan karena kurang memberikan peluang bagi rasa memiliki bagi pihak-pihak di Indonesia. Saat ini Indonesia sudah mencapai tahap di mana reformasi struktural yang dilakukan berdasarkan kepentingan dan prioritas nasional sendiri, seperti yang tercermin dalam Inpres 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi. Hal ini memberikan rasa memiliki yang tinggi dari instansi pemerintah dan para pemangku kepentingan. Tantangannya ke depan adalah langkah-langkah yang disusun dan dilaksanakan sendiri oleh Indonesia itu dapat menghasilkan keluaran yang terbaik (best practice) secara internasional. Di sinilah tukar pikiran, pengalaman dan kerjasama antara anggota APEC dapat memberikan peran untuk meningkatkan kualitas reformasi yang dijalankan Indonesia. Untuk langkah kerjasama APEC ke depan, Menkeu menyarankan agar APEC dapat merumuskan modalitas yang tepat bagi kerjasama di bidang reformasi struktural ini. Utamanya adalah meningkatkan kerjasama teknis dan bantuan bagi anggota negara-negara berkembang yang masih belum memiliki institusi yang kuat, seperti halnya Indonesia. Menkeu mengingatkan peserta pertemuan akan pentingnya pembangunan institusi dan kapasitas sebagai prasyarat bagi keberhasilan reformasi struktural. Selain itu, Menkeu juga mengingatkan bahwa bantuan dan kerjasama dimaksud harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan kondisi dan budaya masing-masing negara, sehingga tidak dipaksakan untuk sekedar meniru atau mencangkok model yang diterapkan di negara-negara lain yang belum tentu sama kondisinya. Tidak ada reformasi yang one size fits all. Di sela-sela pertemuan APEC tersebut, Menkeu berkesempatan melaksanakan serangkaian pertemuan bilateral, antara lain dengan Menteri Keuangan (Treasurer) Australia Wayne Swan, Presiden ADB Haruhiko Kuroda dan Menteri Muda Keuangan Kanada Ted Menzies. Dalam pertemuan dimaksud, dibahas tentang perkembangan perekonomian global, khususnya berkaitan dengan kelesuan ekonomi di AS serta membumbungnya harga komoditas pertanian dan energi dunia. Menkeu menjelaskan bahwa harga minyak dunia yang tinggi telah mendorong Pemerintah RI mengurangi subsidi BBM pada bulan Mei 2008 yang menyebabkan inflasi meningkat untuk sementara waktu. Namun perkembangan itu diharapkan tidak akan berlangsung lama dan inflasi akan kembali ke tingkat yang wajar dalam waktu dekat. Selain dampak inflasi yang sementara, ekonomi Indonesia secara relatif tidak terlalu terkena imbas dampak negatif lesunya perekonomian dunia. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan tetap kuat bertahan di atas 6% pada tahun ini dan tahun depan. Bahkan jika program-program pengentasan kemiskinan dapat terus diimplementasikan dengan baik, maka diharapkan jumlah penduduk miskin akan berkurang drastis pada tahun 2009 dan 2010. Menkeu juga telah bertukar pikiran dengan Tim Pemerintah Australia yang mengelola kebijakan, perpajakan dan royalti sektor pertambangan. Hal ini diperlukan dalam rangka memahami sistem perpajakan, royalti, kebijakan energi dan perubahan iklim yang dilaksanakan Pemerintah Australia, sebagai masukan bagi Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan transparansi dan perumusan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan sektor pertambangan.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2008