Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Haris menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seharusnya tidak menghubungkan kasus yang dialami kedua menterinya yakni Menhut MS Kaban dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta dengan persoalan hukum semata. "Tetapi ini masalah politik yang intinya adalah kepercayaan. Semestinya Presiden memutuskannya bukan dengan landasan hukum, melainkan politis," katanya di Jakarta, Senin. Hal tersebut dikatakan Syamsuddin menanggapi keputusan Presiden Yudhoyono yang belum memberhentikan MS Kaban dan Paskah Suzetta dari jabatannya sebagai menteri karena masih menunggu berlanjutnya proses hukum atas kesaksian anggota DPR Hamka Yandhu bahwa keduanya menerima aliran dana Bank Indonesia. Dengan memutuskan secara politis, kata Syamsuddin Haris, berarti Presiden telah menunjukkan kepada publik apakah ia masih percaya atau tidak atas indikasi penerimaan aliran dana BI yang dikemukakan Hamka Yandhu. "Dalam kasus Yusril Ihza Mahendra (Mantan Mensesneg) dan Hamid Awaluddin (mantan Menkum HAM) saja, belum ada tindakan hukum tetapi keduanya telah dicopot dari jabatannya. Mestinya perlakuannya Presiden terhadap Kaban dan Paskah juga sama," katanya. Syamsuddin Haris memperkirakan keputusan Presiden Yudhoyono yang menunggu proses hukum kasus tersebut kemungkinan disebabkan pertimbangan bahwa Partai Bulan Bintang (PBB) --sebagai partai asal MS Kaban-- dan Partai Golkar --sebagai partai asal Paskah Suzetta-- merupakan dua partai pendukungnya. "Sehingga Presiden memilih mengambil langkah yang aman secara politis," katanya. Sebelumnya, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Senin (28/7), mantan anggota Komisi IX DPR Hamka Yandhu membeberkan aliran dana BI sebesar Rp100 miliar yang dibagikan kepada 52 anggota DPR periode 1999-2004, termasuk kepada Paskah Suzetta dan MS Kaban yang ketika itu masih menjadi anggota DPR. Kesaksian Hamka itu dikemukakan saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penggunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) dan Bank Indonesia, dengan terdakwa mantan Direktur Hukum BI, Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro BI Rusli Simandjuntak. Kasus BI bermula ketika Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 2003 yang mengeluarkan persetujuan menggunakan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), uang itu diduga mengalir ke sejumlah anggota DPR dan mantan pejabat BI. Dalam kasus itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang tersangka yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, mantan anggota DPR Anthony Zedra Abidin dan anggota DPR Hamka Yandhu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008