Jakarta (ANTARA News) - Dunia usaha kecewa otoritas moneter kembali menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) karena akan memicu kenaikan suku bunga pinjaman yang menambah berat beban dunia usaha di dalam negeri."Kendati Kadin bisa memahami dan masih dapat mentolelir (kenaikan BI rate), namun tidak bisa dipungkiri kenaikan tersebut akan menambah beban ekonomi sektor riil yg tengah babak belur," kata Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia, Bambang Soesatyo, di Jakarta, Selasa.Hal itu dikemukakannya menanggapi kebijakan BI menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,25 basis poin menjadi 9,0 persen.Bambang mengaku kecewa, karena acara bulanan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI dalam empat bulan terakhir ini hanya menaikkan BI Rate. "BI masih memakai jurus klasik dalam upaya mengendalikan laju inflasi," katanya.Ia mengatakan kenaikan BI Rate keempat kalinya dalam beberapa bulan ini memberi pukulan telak tidak hanya kepada dunia usaha, tapi juga masyarakat yang berpenghasilan rendah. Selain itu, akibat kenaikan BI Rate, suku bunga pinjaman menjadi naik di atas 20 persentase poin dan diperkirakan akan terus berlangsung sampai tahun depan. "Pengusaha mana yang bisa tahan dengan beban bunga yang demikian tinggi dalam situasi pasar dan krisis energi seperti sekarang ini," keluhnya. Bambang juga mengaku kecewa dengan Gubernur BI Boediono yang sebelumnya diharapkan mampu memberi harapan baru dengan kebijakan BI yang lebih longgar guna menstimulasi kegiatan usaha. "Sebenarnya pelaku usaha berharap duduknya Boediono di kursi Gubernur BI dapat memberi harapan baru dan tidak selalu mengambil jalan pintas dalam upaya meredam ekspetasi inflasi dengan menaikkan BI Rate," katanya. Bambang menegaskan tekanan inflasi "year on year" pada Juli 2008 yang mencapai lebih dari 11 persen sebenarnya merupakan dampak kenaikan ongkos produksi dan kenaikan harga barang, serta terjadinya krisis listrik dalam satu bulan terakhir ini. "Jadi, bukan dengan jurus kenaikan BI Rate sebagai senjata pamungkas. Harusnya, itu tugas pemerintah selaku otoritas fiskal yang meredam lonjakan inflasi akibat tekanan harga atau `cost push` itu," katanya berulang kali.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008