Jakarta (ANTARA News) - Enam bulan pertama tahun ini penjualan barang elektronik menunjukkan pertumbuhan pesat di tengah tekanan ekonomi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).Berdasarkan data Electronic Marketer Club (EMC) yang beranggotakan para produsen elektronik di dalam negeri, penjualan barang elektronik nasional pada semester I 2008 naik sekitar 24,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.Pada semester pertama tahun ini nilai penjualan barang elektronik rumah tangga yang mencakup lima produk utama yaitu televisi (tv), lemari es, pengatur suhu udara (AC), mesin cuci, dan audio, mencapai sekitar Rp8,8 triliun, sedangkan periode yang sama tahun lalu hanya sekitar Rp 7,1 triliun. Bahkan penjualan barang elektronik pada sejumlah merek mengalami pertumbuhan yang signifikan. GM Pemasaran PT LG Electronics Indonesia (LGEIN) Budi Setiawan misalnya mengaku nilai penjualan perusahaannya naik di atas 40 persen. Ia optimis penjualan barang elektronik pada semester kedua masih akan mengalami pertumbuhan yang ditopang pertumbuhan permintaan di luar Pulau Jawa, yang daya belinya semakin menguat seiring kenaikan harga komoditas pertanian, barang tambang, dan migas. "Kami yakin permintaan barang elektronik masih tumbuh, meskipun terjadi kenaikan harga, akibat naiknya harga bahan baku dan transportasi. Permintaan akan digerakkan oleh produk untuk segmen menengah ke atas seperti tv LCD," katanya. Permintaan barang elektronik kelas menengah atas tersebut, lanjut dia, tidak lantas lesu digerus inflasi, bahkan justru meningkat. Kondisi itu mendorong sejumlah merek ternama kian ekspansif meluncurkan produk baru di segmen produk barang elektronik kelas atas, yang mengutamakan gaya dan teknologi. Kendati pasar elektronik nampak masih bergairah, namun nilai pasar yang ada ditengarai belum menunjukkan nilai yang sebenarnya, karena masih terdapat distorsi dari produk elektronik selundupan. Belum Maksimal Barang selundupan sebenarnya merupakan kisah lama yang selalu menghantui kinerja berbagai industri barang konsumsi di dalam negeri, tidak terkecuali elektronik. Wilayah yang terdiri dari ribuan pulau menjadi "kambing hitam" sulitnya memberantas penyelundupan di Indonesia, karena begitu banyak pintu yang menjadi celah masuknya barang "haram" tersebut. "Barang selundupan selalu menghantui pasar elektronik di dalam negeri, bahkan sampai saat ini, meskipun Ditjen Bea Cukai telah melakukan pengawasan yang sangat ketat," ujar Ketua Gabungan Elektronik (Gabel) Rachmat Gobel. Ia memperkirakan setiap tahunnya barang elektronik selundupan menguasai sekitar 40 persen potensi pasar elektronik di Indonesia, dan merugikan negara triliunan rupiah karena tidak membayar pajak bea masuk (BM), pajak penjualan (PPN), sampai pajak penjualan barang mewah (PPnBM). EMC mencatat pada 2007 penjualan riil produk elektronik di dalam negeri hanya mencapai sekitar Rp14,9 triliun. Namun Gabel memperkirakan potensi pasar elektronik di Indonesia sesungguhnya tahun itu mencapai sekitar Rp27,6 triliun. "Penyelundupan telah menyebabkan disinsentif bagi produsen barang elektronik di Indonesia. Padahal pasar Indonesia yang besar merupakan daya tarik awal masuknya investor di sektor barang konsumsi, seperti elektronik," ujar Rachmat yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri, Teknologi, dan Kelautan. Sejauh ini, lanjut Preskom PT Panasonic Gobel Indonesia itu, upaya menekan angka penyelundupan terus dilakukan Ditjen Bea Cukai. Namun sayangnya, hasilnya belum optimal menurunkan angka barang selundupan yang masuk ke Indonesia. Hal itu terlihat masih maraknya pasar gelap barang elektronik di sejumlah pusat perbelanjaan, yang hanya memberikan jaminan dan layanan purnajual dari toko dan bukan produsen. "Kalau pemerintah tidak bisa memberantas penyelundup, maka hilangkan insentif yang mendorong masuknya barang selundupan dengan memperkecil perbedaan harga, melalui stimulasi pajak," ujar Rachmat. Sudah hampir dua tahun ini Gabel yang didukung oleh Departemen Perindustrian (Depperin) mengusulkan perluasan penghapusan PPnBM barang elektronik ke tim tarif Departemen Keuangan (Depkeu), namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda surat keputusan segera ditandatangani. "Dalam kondisi keuangan negara saat ini, kami sungkan mendesak pemerintah menghapus PPnBM elektronik. Tapi kami tetap berharap (ada perluasan penghapusan PPnBM tersebut)," kata pengusaha nasional yang dalam waktu dekat juga ekspansi ke bisnis telekomunikasi itu. Perluasan Sebagai pembina industri di dalam negeri, Depperin berkomitmen untuk mendorong adanya perluasan penghapusan PPnBM bagi barang elektronik yang beredar di Indonesia. "Posisi kami tetap akan (mengusulkan) memperluas pembebasan PPnBM barang elektronik, mengikuti dinamika tipe dan jenis barang elektronik tersebut," ujar Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Depperin Budi Darmadi. Ia bahkan tidak bergeming dari komitmen tersebut meskipun Depkeu dan DPR mewacanakan kenaikan tarif PPnBM dari maksimal 75 persen menjadi 200 persen dan PPnBM minimal 10 persen, untuk produk yang beredar di Indonesia. Menurut Budi, perluasan penghapusan PPnBM barang elektronik penting untuk menekan "insentif" terhadap barang selundupan, karena dengan penghapusan PPnBM harga produk legal menjadi lebih bersaing dibandingkan produk selundupan. Dengan demikian pihaknya berharap, produsen elektronik di dalam negeri mendapatkan manfaat yang optimal dari besarnya pasar domestik yang akan mendorong naiknya kinerja industri, bahkan menambah investasi. Apalagi, Depperin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) di bidang industri menargetkan pertumbuhan rata-rata industri elektronik nasional mencapai 11,5 persen pada 2005-2009. Berdasarkan data Gabel, stimulus perluasan penghapusan PPnBM elektronik pada tahun 2004 yang diberikan pemerintah pada 2004 mampu mendongkrak penjualan produk elektronik di dalam negeri dan meningkatkan pendapatan pajak untuk pemerintah. Pada 2004 total pendapatan pajak pemerintah dari sektor elektronik yang dihapus PPnBMnya (antara lain televisi dibawah 21 inci, AC dibawah 1 PK) mencapai sekitar Rp1,6 triliun. Namun setelah penghapusan PPnBM total pendapatan pajaknya pada 2005 naik menjadi Rp1,94 trilun. "Kami optimis bila pemerintah kembali memperluas penghapusan PPnBM barang elektronik, maka penjualan barang elektronik di dalam negeri akan tumbuh signifikan, yang akan mendorong peningkatan investasi di dalam negeri," ujar Rachmat yang didukung oleh lebih dari 30 pemegang merek elektronik yang telah memproduksi maupun memasarkan produknya di Indonesia.(*)

Oleh Oleh Risbiani Fardaniah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008