Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antar bank Jakarta, Selasa pagi, menguat, karena pelaku pasar kembali memburu rupiah, akibat menurunnya harga minyak mentah dunia. "Aksi beli rupiah oleh pelaku pasar yang berlanjut itu akan memicu mata uang rupiah bisa mencapai Rp9.000 per dolar AS," kata analis Valas PT Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta, Selasa. Nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai Rp9.085/9.090 per dolar AS, naik delapan poin dibanding hari sebelumnya Rp9.093/9.100 per dolar AS. Ia mengatakan, rupiah pada sesi ini sempat mencapai angka Rp9.081 per dolar AS, namun kemudian melemah hingga di angka Rp9.084 per dolar AS dan ditutup pada Rp9.085 per dolar AS. Meski demikian, rupiah masih berpeluang untuk terus menguat hingga mencapai angka Rp9.000 per dolar, ucapnya. Rupiah diperkirakan akan bisa mencapai angka Rp9.000 per dolar AS, terutama disebabkan dana pengusaha Indonesia yang semula diparkir di luar negeri akan masuk ke pasar domestik cukup besar. Kembalinya dana parkir para pengusaha itu, karena mereka mempunyai kepentingan sendiri menjelang pemilihan umum (Pemilu) di dalam negeri, ujarnya. Selain itu pemerintah juga optimis pertumbuhan ekonomi akan bisa tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan, yang memberikan kepercayaan investor asing untuk tetap menempatkan dananya di pasar domestik. Selisih bunga antara rupiah dan dolar AS merupakan salah satu faktor yang mendorong investor asing juga terus bermain di pasar Indonesia, katanya. Rupiah diperkirakan akan bisa mencapai angka Rp9.000 per dolar AS hanya tinggal menunggu waktu saja, apalagi didukung oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin. Meski sejumlah analis meminta BI agar tidak menaikkan suku bunga acuan itu, namun otoritas moneter menyatakan masih ada faktor eksternal lainnya yang harus diperhatikan, ucapnya. BI akan menaikkan suku bunganya (BI Rate) menjadi 9 persen dari sebelumnya 8,75 persen, namun sejumlah analis meminta tetap bertahan pada angka 8,75 persen, karena khawatir perbankan juga akan menaikan suku bunga. Karena dengan kenaikan bunga perbankan, BI telah menerapkan kebijakan uang ketat, yang akan memberikan dampak negatif terhadap sektor riil. (*)

Copyright © ANTARA 2008