Tokyo (ANTARA News) - Jika warga Jepang diminta menilai hubungan bilateralnya dengan Indonesia dan China, maka sebagian besar akan menjatuhkan pilihannya kepada Indonesia, ketimbang memilih Negeri Tirai Bambu itu. Demikian pandangan yang disampaikan pakar hubungan internasional Jepang Profesor Takashi Shiraishi di Tokyo, Selasa, mengenai hubungan antara Jepang dan kedua negara tersebut, terutama yang berkaitan dengan survei yang digelar bersama oleh media Jepang dan China. "Fondasi yang mendasari hubungan bilateral Indonesia - Jepang lebih kokoh ketimbang dengan China. Meski belakangan persepsi mengenai China di Jepang juga semakin positif," kata Shiraishi lagi. Dalam pandangan rakyat Jepang, Indonesia masih merupakan negara sahabat, sedangkan dengan China masih tersimpan sejumlah sentimen yang cukup mendalam, khususnya yang menyangkut kekejaman bala tentara Dai Nippon dalam era kolonialisasi Jepang dahulu. Begitu juga dengan sentimen anti Jepang yang ada di benak warga Korea, saat penaklukan Semenanjung Korea oleh Jepang. Shiraishi bahkan menilai prospek kerja sama Jepang - Indonesia di masa depan lebih terbuka lebar dan luas, sementara dengan China masih harus disikapi hati-hati, meskipun rezim di Jepang dan China sama-sama menginginkan perubahan yang lebih jelas. "Hubungan Jepang China memang meningkat beberapa tahun ini, terlebih saat PM Abe berkunjung ke Beijing. Namun kemajuan hubungannya keduanya masih terbangun di atas fondasi yang `fragile` (rapuh)," ujarnya. Penulis buku "Age in Motion: Popular Radicalism in Java, 1912-1926" itu menilai fondasi yang jauh berbeda dalam mendasari hubungan antara Jepang-Indonesia. Apalagi Indonesia dan Jepang sudah memberlakukan Kerja Sama Ekonomi Strategis jangka panjang melalui EPA (Ecnomic Partnership Agreement) pada 1 Juli lalu. EPA, merupakan kerja sama yang membuka kesempatan luas bagi hubungan 50 tahun kedua, sesudah tahun 2008, ketika kedua negara menandatangani hubungan bilateral tahun 1958. Saat ini memang banyak generasi tua Jepang lebih mengenal Indonesia ketimbang generasi mudanya. Namun banyak kalangan muda Jepang yang menjadikan Bali sebagai "rumah keduanya". Dalam sebuah survei yang digelar harian utama Jepang Yomiuri Shimbun dan majalah mingguan terbitan kantor berita China, Xinhua, disebutkan, sebagian besar warga China (70 persen) menganggap hubungan dengan Jepang positif, sementara bangsa Nippon sebaliknya (hanya 36 persen). Survei itu juga menunjukkan warga Jepang amat khawatir dengan meningkatnya kekuatan militer China. Menurut Shiraishi, bangsa Jepang kini menilai China jauh lebih positif dalam dua tahun belakangan ini, ketimbang di era 1990-an. Hubungan ekonomi memang lebih mendasari upaya normalisasi relasi kedua negara, begitu juga hubungannya dengan Korea Selatan. (*)
Copyright © ANTARA 2008