LTJ tersebut dapat menjadi harta karun bagi Indonesia dan dapat meningkatkan nilai tawar Indonesia di duniaJakarta (ANTARA) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) telah menguasai teknologi pemisahan mineral radioaktif yakni uranium, torium, dan logam tanah jarang (LTJ) di laboratorium Pengolahan LTJ, Uranium, dan Torium (PLUTHO) yang berada di kawasan nuklir Pasar Jumat.
“Laboratorium PLUTHO ini masih dalam skala penelitian belum sampai pada skala industri. Saat ini sedang dikembangkan untuk skala industri yang bekerja sama dengan PT. Timah,” ujar Kepala Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) Batan, Yarianto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Melalui laboratorium inilah mineral yang terkandung pada pasir monasit dipisahkan antara mineral radioaktif yakni uranium, torium dengan LTJ.
LTJ yang dihasilkan oleh PLUTHO ini adalah LTJ oksida dan perlu diolah lagi untuk mendapatkan unsur-unsur LTJ yang bermanfaat bagi industri.
Batan juga melakukan proses pemisahan LTJ oksida menjadi unsur-unsur LTJ yang siap dimanfaatkan industri yakni di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian PTBGN, Yarianto menuturkan kandunngan LTJ banyak ditemukan di bumi ini khususnya yang berada pada jalur timah yakni Thailand, Malaysia, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.
Baca juga: Pengembangan logam tanah jarang dinilai belum maksimal
“Selain itu juga di Sulawesi khususnya Mamuju Sulbar juga potensi LTJ cukup besar yang keberadaannya tidak bercampur dengan monasit. Namun sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti terhadap kandungan LTJ di Mamuju,” kata Yarianto.
Yarianto berharap potensi LTJ tersebut dapat menjadi harta karun bagi Indonesia dan dapat meningkatkan nilai tawar Indonesia di dunia khususnya di bidang industri.
Batan dengan penguasaan teknologi pemisahan mineral radioaktif dengan LTJ menyatakan kesiapannya untuk memberikan dukungan teknologi.
“Batan menyediakan teknologi, kita telah menguasai teknologi mulai dari skala laboratorium, desain engineering sampai prototipe dan pilot plan,”ujar Yarianto.
Sementara itu, Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan mengatakan pada proses untuk mendapatkan uranium dan torium dari bahan galian nuklir, juga didapatkan mineral ikutan lainnya yang sangat dibutuhkan oleh dunia industri, yakni unsur logam tanah jarang (LTJ).
Contohnya di Kepulauan Bangka, selain timah, pada kegiatan penambangan juga dihasilkan pasir monasit yang di dalamnya banyak mengandung uranium, torium, dan LTJ.
Baca juga: PT Timah kembangkan teknologi pemisah mineral tanah jarang
“LTJ ini sedang diteliti, dan inilah yang nantinya akan dihilirisasi lebih lanjut. Karena LTJ ini merupakan logam yang banyak dicari orang,” jelasnya.
Pihaknya terus melakukan penguasaan teknologi pengolahan bahan galian nuklir sebagai bahan bakar reaktor.
"Penguasaan teknologi ini semata-mata dimaksudkan untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) nuklir yang sangat dibutuhkan bila saatnya nanti Indonesia menyatakan siap membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)," ujar Anhar.
Dia menambahkan Batan telah memulai kegiatan dari bagian hulu yakni eksplorasi dan penambangan bahan galian nuklir. Setelah itu dilakukan ekstraksi, pemurnian, dan pabrikasi bahan bakar nuklir.
“Sejauh ini kita telah melakukan eksplorasi, pendataan yang lengkap, dan pada saatnya setelah dilakukan penghitungan dan didapatkan nilai yang cukup ekonomis tentunya akan dilakukan tindakan selanjutnya," kata dia.
Baca juga: Babel kaya "logam tanah jarang"
Pewarta: Indriani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019