Padang (ANTARA News) - Habitat satwa Siamang (Symphalangus Syndactylus) dan Owa-owa di kawasan hutan Sumatera Barat, kian terancam karena pembalakan hutan secara liar dan konversi lahan yang terus berlangsung.
"Dua jenis satwa dilindungi itu, memang masih ada tetapi habitatnya selama 20 tahun terakhir terjadi penyusutan hingga 80 persen dari aktivitas "Illegal Logging" dan pembukaan lahan perkebunan," kata General Maneger Kalaweit --satu NGO Rehabilitasi dan Konservasi Siamang dan Owa-owa--, Asferi Ardiyanto, di Padang, Senin.
Menurut dia, faktor terjadinya penyusutan habitat satwa dilindungi itu, ikut dipicu perburuan oleh masyarakat untuk diperdagangkan.
Dua jenis satwa itu, dilindungi UU nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, maka perlu dijaga habitatnya.
Justru itu, Kalaweit terus mendorong masyarakat agar tetap menjaga habitat satwa dilindungi dengan cara menghentikan perburuan.
"Kita terus sosialiasi UU nomor 5/1990 itu, supaya masyarakat bisa lebih memahami," katanya dan menghimbau, agar menyerahkan Siamang atau Owa-owa ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), bila ada memeliharnya.
Selain itu, tambah Asferi, pihaknya selalu melakukan monitoring dan investigasi satu upaya mencegah tindakan pihak tertentu yang memperdagangkan satwa dilindungi itu.
Kini Kalaweit merehabilitasi sebanyak 126 ekor Siamang dan Owa-owa di Pulau Marak Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kab. Pesisir Selatan, Sumbar.
Dua jenis satwa di rehabilitasi itu, merupakan titipan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Privinsi Sumbar.
"Kita juga menerima dua jenis satwa liar dari BKSDA DKI, Lampung, Jambi, Jawa Barat dan Jawa Timur," tuturnya dan menambahkan, dalam waktu dekat akan melepas sekitar 10 pasang Siamang dan Owa-owa di kawasan hutan cagar alam Bukit Barisan I wilayah Sumbar.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008