Jakarta (ANTARA) - KPK menetapkan Wali Kota Medan periode 2014-2015 dan 2016-2021 Tengku Dzulmi Eldin sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Walikota Medan 2014-2015 dan 2016-2021.
"Setelah melakukan pemeriksaan dilanjutkan dengan gelar perkara, maka disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi. KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu pemberi IAN (Isa Ansyari) Kepala Dinas PUPR Kota Medan, TDE (Tengku Dzulmi Eldin) Wali kota Medan dan SFI (Syamsul Fitri Siregar) Kepala Bagian Protokoler kota Medan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu malam.
Tengku Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Medan bersama dengan 6 orang lainnya antara lain Kepala Sub Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI), Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN), ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama (APP) dan Sultan Solahudin (SSO) pada Selasa (15/10).
Dalam perkara ini, Tengku Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari.
Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Tengku Dzulmi.
Baca juga: KPK amankan Rp200 juta terkait OTT Wali Kota Medan
Pemberian kedua terkait dengan perjalanan dinas Tengku Dzulmi ke Jepang yang juga membawa keluarganya.
"Pada bulan Juli 2019 TDE melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Perjalanan dinas ini dalam rangka kerjasama 'sister city' antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang," tambah Saut.
Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, Tengku Dzulmi mengajak serta istri, 2 orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
Keluarga Tengku Dzulmi bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut mereka didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan yaitu Syamsul Fitri Siregar.
"Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Walikota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Pihak tour and travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE," ungkap Saut.
Tengku Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp800 juta.
"Kadis PUPR lalu mengirim Rp200 juta ke wali kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota," ungkap Saut.
Baca juga: Wali Kota Medan tiba di KPK jalani pemeriksaan
Pada 10 Oktober 2019, Syamsul menghubungi ajudan Tengku Dzulmi, Aidiel Putra Pratama dan menyampaikan adanya keperluan dana sekitar Rp800-900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang.
Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan kutipan dana, termasuk para kepala dinas yang ikut berangkat ke Jepang dan juga Isa Ansyari meski ia tidak ikut berangkat ke Jepang.
"Diduga IAN dimintai uang tersebut karena diangkat sebagai kadis PU oleh TDE," ungkap Saut.
Di dalam daftar tersebut, Isa ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp250 juta.
Baca juga: KPK juga segel sejumlah ruangan Dinas PU Medan
Kemudian pada 13 Oktober 2019, Syamsul menghubung Isa untuk meminta bantuan dana sebesar Rp250 juta. Pada 15 Oktober 2019, Isa mentransfer Rp200 juta ke rekening rekening bank atas nama kerabat dari Aidiel dan melakukan konfirmasi kepada Syamsul.
Aidiel lalu menghubungi kerabatnya dan meminta agar uang diserahkan ke rekannya sesama ajudan wali kota yang kemudian disimpan di ruangan bagian protokoler Pemkot Medan.
Salah satu ajudan wali kota medan yang lain yaitu Andika kemudian menanyakan kepada Isa tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta yang disepakati. Isa menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya.
Pada 15 Oktober tersebut sekitar pukul 20.00 WIB, Andika datang ke rumah Isa untuk mengambil uang Rp50 juta yang ditujukan untuk Tengku Dzulmi.
"Di saat perjalanan dari rumah IAS, kendaraan AND diberhentikan oleh Tim KPK untuk diamankan beserta uang tersebut. Pada saat kendaraan AND dihampiri oleh petugas KPK yang telah menunjukkan tanda pengenal, AND memundurkan mobilnya dengan cepat sehingga hampir menabrak Petugas KPK yang harus melompat untuk menyelamatkan diri. AND kemudian kabur bersama uang sebesar Rp50 juta tersebut dan belum diketahui keberadaannya hingga saat ini," tambah Saut.
Saut mengimbau kepada Andika untuk segera menyerahkan diri ke KPK dan membawa serta uang Rp50 juta yang masih dalam penguasaannya.
Baca juga: KPK: Staf protokol Wali Kota Medan larikan diri saat OTT
Sebagai pihak yang diduga penerima, Tengku Dzulmi dan Syamsul Fitir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi: Isa Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Pasal tersebut yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Baca juga: Gubernur Sumut prihatin Wali Kota Medan kena OTT KPK
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2019