Oleh Edy Supriatna SjafeiJakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI), beberap bulan lalu, menegaskan Al-Qiyadah merupakan aliran "sesat dan menyesatkan". Pengadilan pun sudah menjatuhkan vonis kepada pimpinannya Ahmad Mushaddeq disusul dengan pernyataan tobatnya akan kembali kepada ajaran Islam yang sesungguhnya. Dalam prespektif sejarah Islam, selain Al-Qiyadah, masih banyak aliran serupa dan menyita perhatian publik. Sebut saja Qur`an Suci yang mengalir di seputar kota-kota di Jawa Barat. Bagaimana dengan An-Nazir? Jemaah berambut pirang, berjenggot panjang dan berjubah hitam yang bermukim di Kabupaten Goa, Sulawesi Selatan (Sulsel). Formalnya, An-Nazir (biasa juga ditulis Annazir) adalah sebuah yayasan yang didirikan di Jakarta. Alamat pertama di Jalan Bougenville Nomor Z-16 Kompleks Nyiur Melambai, Jakarta Utara. Yayasan itu pada 8 Februari 2003 didirikan sesuai akta notaris Hariana Wahab Yusuf SH. Dalam akta pendirian itu, An-Nazir, antara lain disebutkan melakukan kegiatan keagamaan. Kegiatan tersebut melakukan pembinaan terhadap umat untuk berakhlaqul-karimah mulai diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Kegiatan keagamaan yang lain adalah menegakkan visi penegakan hukum Allah, sunnah Rasulullah, dan peradaban Islami. Tokoh yang dihormati dalam An-Nazir adalah K.H. Syamsuri Abdul Majid yang bergelar Syeikh Muhammad Al-Mahdi Abdullah yang meninggal di Jakarta pada 2006. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Syamsuri merupakan sosok Kahar Mudzakar. Syamsuri secara tersirat diyakini oleh para pengikutnya akan terlahir kembali menjelang hari kiamat dengan sosok Imam Mahdi. Berita bernada minor tentang An-Nazir muncul seputar pelaksanaan shalat yang hanya tiga waktu, haji yang tidak perlu ke Makkah, pernikahan yang tidak perlu dicatat di kantor urusan agama kecamatan. Kabar buruk tersebut semakin menguat setelah munculnya sebuah penelitian terhadap An-Nazir di Palopo yang dilakukan pada 2005 oleh Ramlah Hakim dari Departemen Agama (Depag). Apakah benar semua itu? Kantor Departemen Agama Kabupaten Gowa, yang mendapat kabar tersebut, tidak tinggal diam. Gerak-gerik An-Nazir yang kelihatannya tidak lazim di mata umat muslim umumnya diamati secara terus-menerus. Kepala Kantor Depag Goa, M. Ahmad Muhajir, lantas memperlihatkan dokumen yang mencatat adanya dua kali diadakan pertemuan para tokoh organisasi massa (ormas), kepolisian, dan An-Nazir, pada 9 Oktober dan 14 November. Di antara catatan pertemuan itu memang ada sedikit menyimpan curiga terhadap An-Nazir, namun belum sampai pada satu kesimpulan. Ustadz Lukman didampingi panglimanya, Rangka, memberikan penjelasan yang diawali dengan pengucapan salam, basmalah, dan syahadatain secara benar. Pertama, misi An-Nazir adalah menegakkan hukum Allah. Menurut Lukman, saat ini hukum Allah dan Rasulnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tidak ada sedikit pun ada niat pada An-Nazir untuk mendirikan negara Islam. "Tidak ada gunanya mendirikan negara Islam karena yang akan ditanya pada hari kiamat nanti bukan tentang kenegaraan, tapi tentang keislaman diri kita masing-masing," katanya. Tentang waktu shalat, katanya, shalat fardu yang dilakukan oleh jamaah An-Nazir tetap lima rakaat. Hanya waktu pelaksanaannya yang tidak lazim. Misalnya, menurut dia, shalat zuhur yang dilaksanakan pada akhir waktu mendekati ashar. Sedangkan, shalat ashar dilakukan pada awal waktu, sehingga terjadi "pemepetan" kedua waktu shalat. Shalat maghrib dilaksanakan tersendiri sebagaimana shalat maghrib pada umumnya umat Islam. Shalat isya dan subuh dilaksanakan dengan pemepetan mirip dengan pelaksanaan shalat zuhur dan ashar. Dengan demikian dari luar terkesan waktu shalat hanya tiga waktu. Penentuan waktu shalat pun unik. Awal waktu zuhur terjadi manakala bayang-bayang benda di bawah sinar matahari sudah sepanjang bendanya. Sedangkan, ia mengemukakan, jika bayang-bayang itu sudah dua kali lipat bendanya, maka masuklah waktu ashar.Menyangkut haji, dijelaskannya, tidak benar kalau An-Nazir menganggap haji itu tidak perlu ke Makkah. Hanya, An-Nazir melihat bahwa pelaksanaan haji oleh jamaah Indonesia sudah tidak memiliki nilai ibadah lagi karena memaksakan diri berangkat haji dengan uang yang penuh dengan riba dan uang tidak bersih lainnya. Menurut Lukman, itu menentang Allah namanya. Pada tahun ini, sebanyak 60 orang jamaah An-Nazir melakukan umrah. Keempat, An-Nazir tidak anti-pemerintah, termasuk dalam hukum perkawinan. Ia mengemukakan, "Kami memang menikahkan sendiri calon pengantin dari kalangan kami, tapi peristiwa nikah disaksikan dan dicatat oleh petugas pencatat nikah dari KUA setempat." Mujahid, Kepala KUA Kecamatan Bonto Marannu, yang ikut mendampingi membenarkan hal itu. Lukman mengaku bahwa jemaah yang dipimpinnya tak menentang pemerintah. An-Nazir juga hidup tidak eksklusif terhadap pemerintah dan masyarakat. An-Nazir tidak ingin merepotkan pihak lain, kata Lukman, terutama dalam hal pendanaan kegiatan ekonomi. Namun, ia mengemukakan, jika ada bantuan yang dikucurkan, maka pihaknya menerima dengan ikhlas. Oleh karena itu, ia menyatakan, ketika beberapa pejabat dari Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Depag pada akhir Juli 2008 memberi bantuan modal usaha, maka pihaknya menerimanya secara suka cita. Menyangkut perihal penghitungan kalender hijriyah, jemaah tersebut mempunyai metode yang diyakininya benar. Fenomena alam memang menjadi pertanda, tapi bukan satu-satunya. Untuk menetapkan tanggal 1, An-Nazir menghitung peredaran bulan pada bulan sebelumnya. Pergantian bulan ujar Lukman tidak selalu terjadi pada sore menjelang malam, tapi bisa juga pada tengah hari. "Pada Idul Fitri kemarin, 1 Syawal sebetulnya jatuh pada tanggal 10 Oktober siang, namun karena kami akan melaksanakan shalat ied pagi hari, maka kami mengambil esok harinya," ungkapnya. Fenomena alam, berupa naiknya air laut ke permukaan, adalah pertanda terjadinya gaya tarik bulan dan matahari menjelang tanggal 1. Posisi matahari-bumi-bulan saat itu berada pada garis lurus. An-Nazir tidak pernah memaksakan pemahamannya kepada orang lain. Mereka hanya menarik jamaah dari keluarga terdekat. Apakah mereka takut dengan resistensi masyarakat? Lukman pun membantah hal itu. Berdakwah ke luar perlu pengondisian secara matang, katanya, lantaran ketika berdakwah, maka Rasulullah pun menempuh cara itu. Cara mereka mengelola potensi ekonomi untuk menghindari pembebanan kepada pihak lain diyakini akan menarik simpati orang lain. Jika merujuk kepada parameter "rukun tidak sesat" berupa 10 kriteria bagi sebuah aliran dinilai sesat yang ditetapkan Departemen Agama, maka An-Nazir belum menyentuhnya. Dengan kata lain, An Nazir masih bebas dari sebutan sesat dan menyesatkan. (*)
Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008