Upaya konvergensi dilakukan untuk memastikan program pemerintah pusat, pemerintah daerah bahkan program tanggung jawab dunia usaha terintegrasi untuk pencegahan 'stunting'
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menyatakan upaya mencegah kekerdilan pada anak bisa dilakukan dengan mengubah perilaku dan menerapkan pola hidup sehat, mulai usaha menjaga lingkungan agar tetap bersih hingga pola makan seimbang.
Berdasarkan siaran pers Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) yang diterima di Jakarta, Rabu, perubahan perilaku masyarakat berkontribusi mencapai 30 persen dari keseluruhan faktor yang memengaruhi terjadinya kasus kekerdilan di Indonesia.
"Lingkungan yang buruk menyumbang 40 persen, perilaku mencapai 30 persen, layanan kesehatan 20 persen, dan faktor genetik hanya menyumbang 10 persen. Artinya, perubahan perilaku mutlak harus dilakukan apabila ingin mereduksi angka 'stunting' (kekerdilan)," kata Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Rizkiyana Sukandhi Putra.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka anak kerdil di Indonesia mencapai 30,8 persen. Angka tersebut menunjukkan sepertiga anak balita Indonesia mengalami kekerdilan yang mengakibatkan gagal tumbuh optimal, ditandai dengan postur tubuh pendek, kemampuan motorik terlambat, mudah terkena infeksi, kemampuan belajar dan sosilisasi rendah, prestasi sekolah rendah, prestasi kerja rendah saat dewasa, dan mudah terkena penyakit.
"Pendeknya, 'stunting' tidak hanya menyebabkan kekerdilan pada anak, namun juga mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal. Hal ini menjadi faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) karena berpengaruh terhadap produktivitas," kata Riskiyana.
Baca juga: Pemerintah luncurkan aplikasi pendukung penanganan anak kerdil
Menurut dia, kekerdilan adalah masalah intergenerasi. Artinya, kualitas kehidupan sekarang ditentukan oleh kehidupan sebelumnya.
Remaja yang mengalami gizi kurang saat masa kecilnya atau pola makan yang kurang gizi, akan berisiko melahirkan bayi kerdil jika terus berlanjut hingga menikah dan hamil.
Lingkaran pola pengasuhan dan perilaku yang tidak mendukung tumbuh kembang itu terus berulang dan bermuara pada rendahnya asupan zat gizi anak generasi berikut. Hasilnya, kualitas SDM akan semakin menurun.
"Itulah alasan pentingnya meningkatkan kesadaran publik dan mengubah perilaku kunci yang berpengaruh pada faktor risiko 'stunting' melalui strategi komunikasi perubahan perilaku. Hingga saat Ini sudah ada 100 kabupaten-kota yang mempunyai peraturan terkait Komunikasi Antar Pribadi (KAP), namun baru 28 kabupaten-kota yang sudah menyusun strategi komunikasi perubahan perilaku," kata dia.
Ia mengharapkan melalui strategi komunikasi, sasaran intervensi mempraktikkan perilaku yang diharapkan, seperti cuci tangan pakai sabun, tidak buang air besar sembarangan, pola hidup bersih dan sehat, minum tablet tambah darah pada ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang anak melalui Posyandu.
Kementerian Kesehatan akan mengoptimalkan peran tenaga kesehatan dan kader posyandu untuk mengomunikasikan pesan-pesan mendukung perubahan perilaku di seluruh pelosok Indonesia.
Baca juga: Wapres JK minta penanganan stunting tetap berjalan
Asisten Deputi Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Bencana Sekretariat Wakil Presiden Abdul Muis mengatakan Pemerintah Indonesia saat ini terus berupaya menurunkan angka kekerdilan hingga di bawah 20 persen pada akhir 2024.
Salah satu upaya yang penting ialah mendorong konvergensi atau kerja sama lintas sektor dalam melaksanakan program penanganan kekerdilan di tingkat kabupaten-kota dan desa prioritas.
"Konvergensi menjadi kunci dalam upaya percepatan pencegahan 'stunting'. Upaya konvergensi ini dilakukan mulai dari tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan intervensi di tingkat desa. Upaya konvergensi dilakukan untuk memastikan program pemerintah pusat, pemerintah daerah bahkan program tanggung jawab dunia usaha terintegrasi untuk pencegahan 'stunting'," tuturnya.
Muis menerangkan upaya pemerintah menurunkan angka kekerdilan melalui tiga prioritas, yaitu intervensi sensitif dan spesifik kekerdilan, prioritas lokasi, dan target prioritas intervensi pada keluarga terkait 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Intervensi spesifik di bawah komando Kementerian Kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kekerdilan secara langsung pada ibu hamil dan balita, antara lain melalui pemberian zat besi, imunisasi, makanan tambahan, tablet tambah darah.
Iintervensi sensitif yang multisektoral untuk mengatasi permasalahan sosio-ekonomi yang dapat berhubungan dengan peningkatan risiko kekerdilan, seperti akses sanitasi dan air bersih, akses terhadap bantuan sosial, peningkatan ketahanan pangan, dan peningkatan kesehatan remaja.
Baca juga: Ahli gizi: Penuhi gizi 1000 hari pertama anak untuk cegah stunting
Baca juga: Kominfo: Berprilaku PHBS cegah stunting sejak dini
Baca juga: LIPI kembangkan pangan rumput laut dan teh cegah stunting dan obesitas
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019