Dalam persidangan, hakim juga harus menggunakan bahasa dan metode yang mudah dimengerti anak,
Jakarta (ANTARA) - Asisten Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Saiful Majid mengatakan pihaknya tengah menyiapkan peraturan tentang pemberian dispensasi terhadap perkawinan anak sebagai salah satu upaya pencegahan perkawinan anak.
"Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya," kata Saiful dalam Seminar Nasional Menyambut Pengesahan Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diadakan di Jakarta, Rabu.
Saiful menambahkan rancangan peraturan tersebut akan mengatur bagaimana hakim mengadili permohonan dispensasi perkawinan anak. Dalam mengadili, hakim harus mempertimbangkan pelindungan dan kepentingan terbaik bagi anak dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis.
Baca juga: Kemenag ingin Revisi UU Perkawinan segera diundangkan
Dalam memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, maka hakim dalam pemeriksaan permohonan dispensasi perkawinan anak harus memberikan nasihat kepada pemohon, anak, calon suami/istri dan orang tua/wali calon suami/istri tentang akibat perkawinan anak.
"Hakim juga harus memperhatikan perbedaan usia antara anak dan calon suami/istri serta mendengar keterangan pemohon, anak, calon suami/istri dan orang tua/wali serta memperhatikan keberlanjutan anak dalam menempuh wajib belajar 12 tahun," tambahnya.
Dalam rancangan peraturan tersebut, hakim juga harus memastikan komitmen orang tua untuk ikut bertanggung jawab terkait masalah ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan anak.
Baca juga: KPPPA akan susun kebijakan nasional pencegahan perkawinan anak
"Dalam persidangan, hakim juga harus menggunakan bahasa dan metode yang mudah dimengerti anak. Bahkan, hakim tidak harus menggunakan tiga hakim saat memimpin persidangan," ujarnya.
Selain untuk memberikan kepentingan terbaik anak, rancangan peraturan tersebut juga bertujuan menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak dan meningkatkan tanggung jawab orang tua dalam rangka pencegahan perkawinan anak.
"Selain itu, juga untuk mengidentifikasi ada atau tidak paksaan yang melatarbelakangi pengajuan dispensasi perkawinan anak dan mewujudkan standardisasi proses mengadili dispensasi perkawinan anak di pengadilan," jelasnya.
Revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah disahkan pada Senin (14/10) dan diundangkan pada Selasa (15/10) menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Baca juga: KPPPA: SDM unggul lahir dari ibu yang sehat
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019