Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pengurus Yayasan Cinta Bahari Indonesia (YCBI), Raymond T Lesmana selaku penyelenggara rally wisata "Sail Indonesia" menyesalkan tindakan Kantor Bea dan Cukai Kupang Nusa Tenggara Timur yang menyegel 105 dari 121 kapal layar (yacht) peserta "Sail Indonesia 2008"."Mereka (Kantor Bea Cukai Kupang) menyegel kapal-kapal peserta. Itu bisa membuat kapal peserta tidak bisa bergerak untuk mengikuti Sail Indonesia," kata Raymond yang dihubungi dari Jakarta, Minggu.Tindakan Kantor Bea dan Cukai Kupang tersebut, kata Raymond, sangat memalukan bagi negara karena tidak mendukung misi rally wisata Sail Indonesia yang mempromosikan pariwisata bahari Indonesia yang dapat meningkatkan perekonomian secara langsung kepada masyarakat yang disinggahi dalam rute pelayaran tersebut.Raymond menjelaskan Kantor Bea dan Cukai Kupang sejak Sabtu (1/8) menyegel 105 yacht yang berlabuh di Pantai Koepan, Kota Kupang dengan alasan kapal layar milik peserta Sail Indonesia itu belum menyelesaikan surat Pemberitahuan Impor Barang (PIB).Kantor Bea dan Cukai berpendapat kapal layar tersebut dianggap sebagai barang impor sehingga ketika masuk ke Indonesia harus dilengkapi surat PIB. Menurut Raymond, yacht peserta Sail Indonesia tidak bisa dianggap sebagai barang impor karena dalam kapal tersebut ada kehidupan dari awak kapal dan kapal itu juga berbendera suatu bangsa sehingga tunduk pada hukum negara asalnya. "Yacht itu tidak patut dianggap barang impor karena ada flag (bendera) negara dan dilayarkan oleh `sail keeper`(pelayar)-nya sehingga kapal itu dianggap rumah yang ada kehidupannya," jelas Ketua YCBI itu. Di negara manapun di dunia, kata Raymond, tidak mengenal peraturan kapal layar dianggap sebagai barang impor bila masuk ke satu negara. "Peserta Sail Indonesia pun sebulan sebelumnya telah mengurus dan telah mengantongi ijin dari empat instansi yaitu Mabes TNI AL, DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), Dephub (Departemen Perhubungan), Deplu (Departemen Luar negeri) termasuk BAIS (Badan Intelijen Strategis)," katanya. Dan sesuai peraturan Dephub, jelas Raymond, kapal layar peserta Sail Indonesia yang merupakan kapal dengan bobot kurang dari 18 ton hanya diwajibkan untuk melapor ke syahbandar, kantor imigrasi dan kantor karantina pada pelabuhan yang mereka datangi.Bantuan DKP Raymond mengatakan penyelenggara berupaya untuk melepaskan segel dari 105 kapal itu dengan meminta bantuan dari DKP agar bisa mengikuti Sail Indonesia. Akhirnya Dirjen P2SDKP (Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) DKP, Aji Sularso memberikan jaminan seperti disyaratkan oleh Kantor Bea dan Cukai dimana surat PIB bisa digantikan oleh jaminan dari pejabat eselon I pemerintah. "Sampai saat ini sudah setengah (dari 105 kapal yang disegel) yang telah dilepas segelnya," kata Raymond. Dia optimis semua kapal yang disegel bisa mengikuti Sail Indonesia yang pada Senin (4/8) akan melanjutkan perjalanan dari Kupang ke Alor, Lewoleba, Maumere, Ende, Ngada dan Labuan Bajo. "Ya peserta harus bisa ikut karena ada 12 kabupaten yang sudah siap dan jadwal Sail Indonesia tidak bisa berubah termasuk rencana kunjungan 1000 penari di Alor, kunjungan ke Kraton Yogya dan Candi Borobudur di Jateng," ujar Raymond. Sail Indonesia 2008 yang telah digelar enam kali sejak 2003 diikuti oleh 120 kapal layar dengan 350 peserta yang datang dari 16 negara seperti Amerika Serikat, Swiss, Australia, Prancis, Kanada, Korea dan Jepang. Sail Indonesia 2008 akan menempuh rute Kupang - Alor - Lembata - Maumere - Riung - Labuhan Bajo - Mataram - Makassar - Bali Utara - Karimun Jawa - Kumai - Belitung - Batam. Di setiap pelabuhan pada rute tersebut, peserta akan dijamu oleh masyarakat sekitar dan bahkan akan berwisata sampai masuk ke pelosok pulau seperti pada saat singgah di Karimun Jawa juga akan singgah di Pelabuhan Tanjung Perak Semarang untuk berwisata ke Yogyakarta dan Candi Borobudur.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008
Its my Indonesia?
Tak ada asap, tak ada api kan. Memang sih siapa berani jamin kalau yacht- yacht tersebut benar- benar kembali ke negaranya? Tak hanya itu, sekarang pun berapa banyak Phinisi yang beredar di perairan di Indonesia yang legal beroperasi? Hampir 90 persen atas nama WNI yang punya WNA. Kok bukan ini yang ditertibkan? Ini acara yang membawa citra bangsa yang diubek- ubek sich?