Jakarta (ANTARA) - Tidak ingin cemas justru perparah kecemasan, demikian kesimpulan dari studi dalam Journal of Affective Disorders yang dilakukan tim peneliti dari Penn State University di College Park, Pennsylvania.

Studi ini, seperti dilansir Medical Daily, Rabu mengamati fenomena aneh yang disebut "kecemasan yang disebabkan relaksasi."

Komunitas medis telah mengakui adanya kecemasan yang disebabkan oleh relaksasi sejak 1980-an. Namun, mekanisme di balik kondisi ini menjadi misteri.

Profesor psikologi Prof. Michelle Newman dan Hanjoo Kim, seorang mahasiswa pascasarjana psikologi, mencatat, meskipun tujuan latihan relaksasi untuk mengurangi kecemasan, namun latihan ini berefek sebaliknya pada orang-orang yang cemas.

Anehnya, mereka juga menemukan, bersantai justru bisa mengatasi kekhawatiran orang-orang ini.

"Orang-orang mungkin tetap cemas untuk mencegah perubahan kecemasan yang besar, tetapi sebenarnya lebih sehat membiarkan diri Anda mengalami perubahan itu," kata Newman.

Dia juga menuturkan, lebih baik seseorang membiarkan dirinya santai sesekali.

Selain itu, ada sejumlah hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi kecemasan salah satunya detoks kopi. Ahli kesehatan pernah menyatakan detoksifikasi kopi bisa membantu memblokir potensi efek samping ini kadar kafein yang tinggi bisa mempengaruhi neurotransmitter di otak lalu menyebabkan mual, gelisah, cemas dan sakit kepala.

Lembaga pengawas pangan dan obat Amerika Serikat (FDA) menyarankan seseorang tidak mengonsumsi kopi lebih dari 400 miligram per hari.

Di sisi lain, cemas terkadang bukan sesuatu yang buruk. Psikolog asal Amerika Serikat Lisa Damour pernah mengatakan, cemas adalah sistem alarm internal yang mengingatkan kita pada ancaman dari luar.

Menurut dia, menganggap kecemasan sebagai hal yang kadang membantu dan melindungi diri memungkinkan seseorang memanfaatkan perasaan itu dengan baik.

Baca juga: Polusi udara berhubungan dengan masalah kesehatan mental

Baca juga: Tak selalu buruk, stres dan cemas bisa jadi baik untuk Anda

Baca juga: Matcha bisa bantu atasi cemas, kata studi

Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019