Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Muhammadiyah Amin mengatakan pihaknya ingin segera Revisi Undang-Undang Perkawinan tentang perubahan usia perkawinan bisa segera diundangkan.
"Karena dalam setiap tahun, tidak pernah tidak ada kasus perkawinan anak. Dispensasi dari pengadilan agama untuk perkawinan anak selalu terjadi," kata Muhammadiyah dalam Seminar Nasional Menyambut Pengesahan Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diadakan di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPPPA akan susun kebijakan nasional pencegahan perkawinan anak
Muhammadiyah mengatakan banyak petugas kantor-kantor urusan agama (KUA) di berbagai daerah yang menanyakan apakah Revisi Undang-Undang tersebut sudah berlaku.
Menurut Muhammadiyah, Kementerian Agama memang belum menerapkan Revisi Undang-Undang Perkawinan tentang perubahan usia perkawinan secara menyeluruh di KUA-KUA.
"Akan ada arahan dulu dari Kementerian Agama. Kami harapkan arahan tersebut langsung dari Menteri Agama," tuturnya.
Muhammadiyah mengatakan penghulu-penghulu di KUA tidak akan berani menikahkan pasangan calon pengantin bila di luar ketentuan, termasuk bila umurnya belum memenuhi persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-undangan.
Namun, bila ada dispensasi dari pengadilan agama, maka penghulu di KUA harus menikahkan. Karena itu, Revisi Undang-Undang Perkawinan perlu ada keselarasan dengan Mahkamah Agung.
Revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah disahkan pada Senin (14/10) dan diundangkan pada Selasa (15/10) menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Baca juga: Revisi UU Perkawinan tekan kekerasan perempuan dan anak
Baca juga: Kemensos: Batas usia perkawinan 19 tahun untuk perlindungan anak
Baca juga: Menteri PPPA: Perkawinan anak di Indonesia sangat memprihatinkan
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019