Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informasi (Ditjen Postel Depkominfo) mengharapkan agar masyarakat dan partai politik dapat memberi masukan terhadap Rancangan Peraturan Menteri (Permen) Kominfo tentang layanan SMS untuk kegiatan kampanye politik. "Jika selama ini dalam setiap konsultasi publik untuk rancangan regulasi telekomunikasi pada umumnya hanya diikuti oleh para stakeholder dari penyelenggara telekomunikasi, maka dalam konsultasi publik ini diperkirakan juga akan diikuti oleh para peserta Kampanye Pemilu, karena mereka ini akan sangat berkepentingan untuk turut memanfaatkan," kata Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Postel Depkominfo, Gatot Dewobroto dalam siaran persnya, Minggu. Ditjen Postel dan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) bersama operator seluler berencana membahas rancangan Permen SMS kampanye tersebut pada minggu depan (minggu ke-2 Agustus 2008) mengingat masa kampanye sudah mulai namun tingkat intensitasnya masih belum tinggi. Pada 16 Juni 2008, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar dalam kapasitasnya selaku Ketua BRTI telah mengirimkan surat kepada Ketua KPU mengenai pemanfaatan layanan SMS, akan tetapi belum ada jawaban resmi dari KPU. Gatot mengatakan pada 24 Juli 2008, telah diadakan pertemuan antara Dirjen Postel dan anggota BRTI dengan anggota KPU, yang menyepakati pada prinsipnya SMS kampanye bisa dilakukan dengan berbagai persyaratan dan aturan tertentu. Potensi penggunaan layanan SMS ini secara implisit mengacu pada Pasal 89 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang menyebutkan bahwa pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye dapat dilakukan melalui media massa cetak dan lembaga penyiaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pesan kampanye yang dimaksud pada ayat (2) Pasal 89 UU No. 10 Tahun 2008 dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suaran dan gambar, yang brsifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan. Ditjen Postel dan BRTI dengan KPU perlu mengatur SMS kampanye ini karena potensi jumlah pengguna layanan seluler dan seluler akses terbatas (FWA/Fixed Wireless Access) di Indonesia yang kini terus meningkat secara tajam yaitu sekitar 106.701.141 nomer layanan seluler dan 11.129.688 nomer layanan FWA yang telah digunakan oleh masyarakat terhitung hingga menjelang pertengahan tahun 2008. Gatot mengatakan SMS untuk kampanye harus sesuai dengan Pasal 84 Ayat (1) UU No. 10 Tahun 2008, artinya isi SMS kampanye antara lain tidak boleh mempersoalkan Pancasila, Pembukaan UUD 1945, membahayakan keutuhan NKRI, SARA, menghasut, mengganggu ketertiban umum, mengancam atau menganjurkan penggunaan kekerasan. Larangan isi SMS kampanye itu juga sesuai sejumlah larangan dalam penyelenggaraan telekomunikasi, yang tersebut pada Pasal 21 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi sehingga aturan ini cukup efektif bagi pemerintah untuk mengawasi penyelenggara telekomunikasi dalam penggunaan layanan SMS dalam kegiatan kampanye Pemilu. Ditjen Postel juga melarang pengiriman SMS kampanye melalui SMS Broadcast yaitu pengiriman SMS ke beberapa MS sekaligus, misalnya dari suatu penyelenggara telekomunikasi kepada sejumlah atau seluruh pelanggannya karena berpotensi mengganggu penerima SMS (spam) sehingga dapat melanggar UU No. 36/1999. SMS kampanye yang dapat dilakukan adalah SMS Point to Point, yaitu pengiriman SMS hanya dari satu ponsel ke satu atau lebih ponsel tertentu lainnya akan tetapi dari nomor ponsel simpatisan partai politik yang akan melakukan SMS kampanye tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008