Jadi kita mengalami dampak dari kontraksi perekonomian nasional
Jakarta (ANTARA) - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta peningkatan penerimaan pajak daerah serta mengkaji ulang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2020, menyusul perkiraan ketidakpastian ekonomi global saat ini dan beberapa tahun ke depan.
Hal tersebut, kata Anies, Rabu, di Jakarta, karena dampak dari ketidakpastian perekonomian global mau tidak mau akan memberikan dampak pada kontraksi perekonomian nasional yang akhirnya berdampak pada Jakarta sendiri.
“Jadi kita mengalami dampak dari kontraksi perekonomian nasional. Coba kalau teman-teman lihat, angka pertumbuhan ekonomi nasional dan DKI Jakarta di kuartal ke-2 dan ke-3 itu mengalami penurunan,” ucap Anies di Balai Kota.
Baca juga: Anies bantah DKI tidak transparan dalam KUA-PPAS
Karena dampak yang dirasakan itulah, kata Anies, pihaknya saat ini tengah meninjau kembali rancangan anggaran untuk 2020 dengan mempertimbangkan secara lebih akurat potensi kontraksi perekonomian tahun depan.
“Karena itulah kenapa rancangan juga kita tuntaskan dulu baru nanti sesudah disepakati bersama DPRD. Karena yang ada sekarang baru draf KUA-PPAS. Kalau itu sudah baru nanti kita sama-sama umumkan,” ucap mantan Menteri Pendidikan tersebut.
Untuk menyiasati pendapatan daerah di tengah perekonomian global yang tak menentu, Anies meminta Badan Pendapatan dan Retribusi Daerah (BPRD), sebagai badan yang bertanggung jawab atas penerimaan daerah, melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi dari penerimaan pajak.
Baca juga: Pembahasan APBD DKI 2020 bersama DPRD akan disiarkan langsung
“Ini digenjot. Yang sebelumnya tidak terjangkau, dijangkau. Yang pendataannya kemarin belum akurat, diakuratkan. Karena itu kami mendorong fiskal kadaster untuk mendata objek pajak. Harapannya itu akan bisa menjaga pemasukan untuk DKI Jakarta,” ujarnya.
Selain itu, Anies juga menjamin fasilitas dan kemudahan bagi dunia usaha untuk meningkatkan investasi di Jakarta.
“Kemudahan dalam berusaha akan kita fasilitasi jauh lebih baik lagi. Supaya investasi dan kegiatan usaha bisa bergerak dengan baik di Jakarta,” tuturnya menambahkan.
Dari informasi yang didapatkan, total anggaran 2020 DKI Jakarta pada rancangan KUA-PPAS yang diusulkan adalah sekitar Rp95,995 triliun yang terdiri dari pendapatan daerah sekitar Rp87,224 triliun, belanja daerah sekitar Rp84,203 triliun, penerimaan pembiayaan sebesar Rp8,770 triliun dan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp11,791 triliun.
Baca juga: Legislator: Pembahasan APBD 2020 tidak molor karena AKD belum selesai
Sebelumnya, kinerja ekspor nonmigas Indonesia ke China mengalami penurunan pada September 2019 seperti pada periode Januari-September 2019 sebesar 18,35 miliar dolar AS yang menurun dari perhitungan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 18,53 miliar dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menyebutkan perekonomian global sedang mengalami ketidakpastian dan hal itu berpengaruh pada kondisi ekonomi Indonesia.
"Kita dihadapkan dengan negara tujuan utama ekspor seperti China, AS, dan Jepang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, sehingga permintaan berkurang. ditambah harga komoditas yang terus berfluktuasi," papar Suhariyanto, Selasa (15/10).
Secara total, ekspor Indonesia ke China menurun. Penyusutan ekspor juga menyebar hampir ke seluruh negara tujuan.
Komoditas utama yang diekspor ke China pada periode tersebut adalah batubara, minyak kelapa sawit dan lignit.
Baca juga: Anies Baswedan: RAPBD DKI 2020 Rp95 triliun berasal dari RPJMD
Berdasarkan pangsa pasar periode Januari-September 2019, nilai ekspor nonmigas China tercatat masih paling tinggi dibanding negara-negara lain, yakni dengan porsi 15,99 persen dari total ekspor Indonesia. Berada di urutan kedua ialah Amerika Serikat sebesar 13 miliar dolar AS (11,3 persen) dan Jepang di peringkat ketiga dengan nilai ekspor 10,23 miliar dolar AS (8,92 persen).
Dalam perhitungan bulanan, ekspor nonmigas Indonesia ke China pada September 2019 tercatat sebesar 2,4 miliar dolar AS. Sedangkan, nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang masing-masing mencapai 1,48 miliar dolar AS dan 1,13 miliar dolar AS.
Secara umum, neraca perdagangan Indonesia periode Januari-September 2019 defisit mencapai 1,95 miliar dolar AS. Realisasi defisit ini lebih rendah ketimbang periode Januari-September 2019 yang masih mencapai 3,78 miliar dolar AS.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019