Kita meminta agar RUU Pertanahan ini dihentikan dulu proses legislasinya sampai melibatkan perwakilan aktivis agraria, petani dan organisasi lingkungan
Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah agar melibatkan peran serta masyarakat sipil dalam melanjutkan proses legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.
"Kita meminta agar RUU Pertanahan ini dihentikan dulu proses legislasinya sampai melibatkan perwakilan aktivis agraria, petani dan organisasi lingkungan," kata Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi di Jakarta, Selasa.
Ia menilai RUU Pertanahan yang sedang dikerjakan oleh pemerintah memuat beberapa pasal yang dapat memunculkan masalah baru bagi masyarakat di kemudian hari.
Pertama, pasal 1, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 dinilai Walhi memuat dua tujuan utama yaitu pengampunan kejahatan sektor perkebunan dalam eksosistem khusus, yaitu gambut dan rawa yang selama ini kepemilikannya komunal.
"Ini bisa saja praktik kepemilikan fiktif dijalankan dan diampuni oleh RUU Pertanahan," katanya.
Yang kedua, lanjut dia, perluasan kejahatan di wilayah komunal tersebut. Padahal, kawasan ekosistem rawa dan gambut yang tersisa merupakan sumber ketahanan pangan di Tanah Air.
"Dua daerah itu yang menghasilkan ikan dalam jumlah besar. termasuk menyuplai kebutuhan pangan di provinsi sekitarnya," kata dia.
Selanjutnya, alasan Walhi meminta pemerintah penundaan proses legislasi RUU Pertanahan dikarenakan pasal 53 dinilainya bermasalah. Dalam pasal itu disebutkan bahwa perolehan tanah untuk kepentingan umum dilakukan pengadaan tanah dan pencabutan hak atas tanah.
Unjuk rasa tolak RUU Pertanahan di Jember diwarnai bentrokan
"Ini pasal berbahaya sekali," ujar dia.
Baca juga: Demo mahasiswa, Cipayung Plus pusatkan aksi di Istana Negara
Baca juga: Petani Jember turun jalan tolak RUU Pertanahan
Baca juga: Demo mahasiswa, di Kalteng mereka tolak RUU Pertanahan
Padahal, kata dia, negara tidak bisa mencabut hak milik tanah seseorang kecuali Hak Guna Usaha (HGU). Hak milik hanya dapat dicabut kecuali pemilik meninggal, dijual atau bencana alam.
Terakhir, organisasi yang sudah berdiri sejak 1980 tersebut melihat pasal 43 RUU Pertanahan tentang usulan pemerintah menghapus penyelenggaraan reforma agraria dianggap kontradiktif dengan yang dibicarakan presiden selama lima tahun terakhir.
"Mengatasi ketimpangan lahan, reforma agraria itu yang selalu dibicarakan Jokowi," demikian Zenzi Suhadi.
Baca juga: Walhi Tuding Perampasan Tanah Penyebab Kerusakan Lingkungan
Baca juga: DPR-pemerintah sepakat tunda pengesahan RUU Pertanahan
Baca juga: Komisi Informasi sebut RUU Pertanahan rampas hak akses informasi
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019