Kupang (ANTARA) - Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim Polri) mencatat kurang lebih 10 rute tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia di mana Malaysia dan Singapura menjadi lokasi transit menuju negara-negara Timur Tengah.
Deputi Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Perempuan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ghafur Dharmaputra kepada wartawan di Kupang, Selasa (15/10) mengatakan 10 rute itu yang selama ini selalu ditangani oleh pihak kepolisian.
"Kami juga dapatkan data dari Bareskrim Polri bahwa ada 10 rute TPPO, baik itu dari NTT, dan dari daerah lain di Indonesia ini menuju Malaysia dan Singapura," katanya usai pembukaan rakornas gugus tugas pencegahan dan penindakan TPPO 2019 di Kupang.
Sebanyak sepuluh rute yang menjadi lokasi TPPO itu, yakni Nusa Tenggara Timur – Surabaya – Batam – Malaysia – Timur Tengah, Nusa Tenggara Barat–Surabaya–Batam–Malaysia–Timur Tengah kemudian Surabaya–Batam–Malaysia–Timur Tengah.
Kemudian juga rute Surabaya–Jakarta–Batam–Malaysia–Timur Tengah, rute Bandung–Batam–Malaysia–Timur Tengah, rute Jakarta–Batam–Singapura–Timur Tengah, rute Jakarta–Medan–Malaysia–Timur Tengah, Jakarta–Batam–Malaysia–Timur Tengah dan yang terakhir adalah rute Jakarta–Malaysia–Timur Tengah.
Sementara itu data yang diperoleh dari Kementerian Luar Negeri pada tahun 2018 kementerian itu menangani 162 kasus Warga Negara Indonesia korban TPPO di luar negeri, dengan rincian di Timur Tengah 74 orang, di Asia Timur dan Asia Tenggara 47 orang.
Sementara di Afrika 39 orang, serta di Asia Selatan, Asia Tengah, Amerika Utara, dan Amerika Tengah masing-masing satu orang.
Sementara itu, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) juga selama 2018 sudah memulangkan pekerja migran Indonesia bermasalah (PMI-B) karena menjadi korban perdagangan orang sebanyak 31 orang, indikasi TPPO seperti dokumen tidak lengkap sebanyak 85 orang, dan calon tenaga kerja Indonesia (CTKI) ilegal sebanyak 21 orang.
Ghafur Dharmaputra menambahkan usaha penanganan TPPO memerlukan strategi yang terstruktur, terukur, dan saling bersinergi antar sektor.
"Ada beberapa hal lain juga perlu diperhatikan, yakni penguatan kelembagaan, penguatan sistem, penegakan hukum, koordinasi, dan kerjasama lintas sektor. Peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam memberikan informasi awal kepada penegak hukum terkait indikasi terjadinya TPPO juga menjadi kunci utama dalam memerangi tindak kejahatan secara umum," tutur dia.
Menurut dia walaupun sudah banyak kebijakan yang dihasilkan, namun implementasinya masih menjadi tantangan dalam pencegahan TPPO, pemberian perlindungan bagi korban, dan penegakan hukum bagi pelaku TPPO.
"Dari sisi pemerintah, tantangan yang dihadapi adalah masih kurang dan beragamnya pemahaman para pemangku kepentingan tentang kebijakan yang ada serta belum meratanya kapasitas dan kapabilitas para pengampu kepentingan di daerah,” tambah Ghafur.
Baca juga: Kemen PPPA: Sudah 32 provinsi bentuk gugus tugas PP-TPPO
Baca juga: Warga Sukabumi jadi korban TPPO di Arab Saudi
Baca juga: Kemen-PPPA gelar Rakornas Gugus Tugas Pencegahan TPPO di NTT
Baca juga: Dinas Pemberdayaan Perempuan gandeng aparat dalam penanganan KDRT/TPPO
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019