Bandung (ANTARA News) - Pelaksanaan sistem pelayanan terpadu pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Bandung, Jawa Barat (Jabar), Jumat, berlangsung ricuh, pasalnya pemohon paspor harus antre berjam-jam untuk dibuatkan dokumen itu. Lamanya pembuatan paspor terjadi karena dokumen pemohon menumpuk, setelah proses pembuatannya terhambat akibat adanya gangguan pada sejumlah peralatan komputerisasi yang belum maksimal.Gangguan antara lain terjadi pada sistem operasi komputer, scanner foto, dan alat pengambil sidik jari.Hal tersebut mengakibatkan waktu yang diperlukan menjadi lebih lama, sehingga membuat para pemohon tidak sabar, yang akhirnya terjadi saling dorong di antara mereka dan terjadi kericuhan. "Rricuh ini akibat sumber daya manusia (SDM) di kantor Imigrasi belum paham dalam mengoperasikan peralatan baru yang berteknologi canggih itu," kata Dadan, salah seorang pemohon yang sempat bersitegang dengan petugas Imigrasi. Antrean panjang terjadi hingga menjelang sore, bahkan sebagian pemohon memilih pulang dan batal membuat paspor. "Sebelumnya tidak pernah seperti ini. Prosedur yang harus ditempuh pemohon, seperti pengambilan nomor urut, pengecekan data pribadi, sidik jari, pemotretan, dan pembayaran, biasanya berjalan lancar," tutur Iman (45) pemohon yang memilih pulang dari pada harus antre dan saling dorong. Oleh karena itu, ia mengimbau kepada kantor imigrasi tersebut untuk mengkaji ulang sistem baru pembuatan paspor, karena dinilai merugikan masyarakat. "Bukannya nyaman, malah sebaliknya," ujarnya. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Bandung Rachmat Tanjung mengakui jajarannya belum mampu mengoperasikan peralatan baru tersebut, termasuk mendata sistem yang berhubungan langsung dengan Departemen Imigrasi Pusat. "Jika petugas kami telah menguasai pengoperasian sistem baru, tidak akan terjadi penumpukan dokumen dan bisa selesai satu atau dua jam. Lebih cepat jika dibandingkan dengan sistem yang digunakan sebelumnya," katanya. Dikatakannya, setiap hari biasanya kantornya rata-rata bisa melayani sekitar 150 pemohon. "Namun dengan sistem baru ini hanya bisa melayani 30 pemohon," tukas Rachmat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008