Paris (ANTARA) - Pengadilan Prancis, Senin, memvonis sedikitnya 25 tahun penjara kepada dua perempuan yang terkait dengan kelompok garis keras, yang gagal meledakkan bom mobil di depan Katedral Notre-Dame Paris tiga tahun lalu, demikian laporan surat kabar Le Figaro.

Salah satu di antaranya membujuk sesama terdakwa agar bergabung dengan komplotan tersebut. Melalui internet ia menyamar sebagai pejuang laki-laki yang telah kembali dari Suriah dan mencari pengantin perempuan, lapor media Prancis tersebut.

Baca juga: Lima orang ditangkap terkait serangan di markas Kepolisian Paris

Pada 4 September 2016 dini hari, polisi menemukan Peugeot 607 abu-abu tanpa pelat nomor sarat dengan tujuh tabung gas dan tiga jeriken solar, parkir di jalan Left Bank dekat Notre-Dame di pusat kota Paris.

Sidik jari yang membekas di lokasi kejadian mengindikasikan dua orang, yakni Ines Madani dan Ornella Gilligmann. Menurut jaksa, mereka memarkir mobil tersebut setelah mengirim sebuah video yang mengklaim bertanggung jawab atas rencana serangan tersebut kepada Rachid Kassim, anggota kelompok ISIS asal Prancis.

Pengadilan pada Senin memvonis 30 tahun penjara kepada Madani, yang menyamar sebagai pejuang laki-laki. Sementara itu hukuman 25 tahun penjara dijatuhkan kepada Gilligmann, ibu dari tiga anak, lapor Le Figaro. Dua perempuan lainnya yang beraksi bersama Madani dan Giligmann diganjar 20 tahun penjara.

Baca juga: Penyerang Mabes Kepolisian Paris miliki data kolega polisi lainnya

Kassim divonis seumur hidup secara in absentia, menurut Le Figaro. Vonis yang lebih ringan diberikan kepada tiga orang lainnya karena membantu komplotan tersebut atau tidak melaporkan aksi kejahatan.

Paris telah diguncang oleh kekerasan garis keras dalam beberapa tahun belakangan.

Baca juga: Presiden Prancis: UU baru anti-terorisme hormati kebebasan umum

Sumber: Reuters

Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019