Bengkulu (ANTARA News) - Wakil Gubernur Bengkulu HM Syamlan mengatakan, pemberantasan korupsi tergantung pada kemauan, bukan pada kerja sama ataupun peraturan perundang-undangan."Percuma saja ada ribuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberantasan korupsi, kalau tidak ada kemauan dari semua pihak untuk tidak melakukan korupsi," katanya di Bengkulu, Kamis.Terkait adanya nota kesepahaman (Memorandum of Understanding-MoU) antara Polri, Kejaksanaan Agung dan BPKP untuk memberantas korupsi, menurut mantan Sekretaris Umum MUI Provinsi Bengkulu itu, bagus-bagus saja, tapi tetap tidak akan ada gunanya kalau tidak ada kemauan untuk menghindari korupsi."Percayalah, sesuatu apapun termasuk pemberantasan korupsi kalau tidak dibarengi dengan kamauan dari semua elemen bangsa untuk tidak melakukan tindakan itu, tak akan berhasil," katanya.Hal penting lainnya dalam pemberantasa korupsi, menurut da`i kondang itu, yakni adanya komitmen untuk menegakan hukum yang serius. Ia mencontohkan, pemberlakukan hukuman mati bagi para koruptor yang ditegakan secara konsisten di China, telah mampu menekan angka penyimpangan dana di Negeri Tirai Bambu itu. "Untuk Indonesia tentunya tidak perlu hukuman mati, karena sebagai bangsa yang beragama ada pertimbangan-pertimbangan lain untuk menerapkan hukuman tersebut," katanya. Namun paling tidak ada hukuman yang membuat jera dan menjadi shock terapi bagi yang lainnya untuk tidak melakukan korupsi, seperti hukuman penjara dengan waktu cukup lama. Tapi, Syamlan tetap berpendapat hukuman tidak terlalu efektif untuk memberantas korupsi. Yang paling penting dan efektif tetap kemauan dalam hati seluruh anak negeri untuk tidak korupsi. Agar seluruh elemen masyarakat memiliki kemauan untuk tidak korupsi, menurut dia, pemerintah harus melakukan gerakan-gerakan penyadaran serta pembinaan moral dan akhlak. "Ketika semua masyarakat sudah sadar serta memiliki moral dan akhlak yang baik, maka yakinlah negeri ini akan bebas dari korupsi sehingga keinginan mewujudkan masyarakat adil dan makmur akan tercapai," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008