Jakarta (ANTARA News) - Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meminta, agar Rancangan Undang-undang (RUU) Pengendalian Produk Tembakau yang hingga saat ini masih dibahas di DPR harus mengadopsi paling tidak lima dari 11 kausal dalam "Framework Convention on Tobacco Control" (FCTC). "Yang kami tuntut untuk dimasukan dalam RUU tersebut lima saja yang sebenarnya ada 11 kausal. Ini juga menjadi persyaratan untuk mengikuti FCTC," kata Direktur Eksekutif Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan, Sri Utari Setyawati, pada konfrensi pers tentang industri rokok di Jakarta, Kamis. Dia mengatakan, lima hal yang dituntuk ada dalam RUU tersebut antara lain, adanya kawasan bebas rokok, peningkatan cukai tembakau, pelarangan iklan-iklan terkait rokok, penggunaan peringatan gambar pada bungkus rokok, dan pembatasan akses tembakau pada anak. Menurut Ketua Bidang Penyuluhan dan Pendidikan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), Fuad Baradja, mengatakan bahwa sejauh ini kemasan rokok yang beredar di Indonesia sama sekali tidak membawa rasa takut kepada perokok. Hal tersebut sangat berbeda dengan bungkus rokok di negara-negara lain termasuk negara ASEAN yang menampilkan gambar orang-orang yang mengidap berbagai jenis penyakit akibat merokok. "Warning rokok itu seharusnya 50 persen berupa gambar, bukan tulisan. Penggunaan gambar akan lebih efektif," ujarnya. Dia mengatakan, iklan rokok di Indonesia sama sekali tidak diimbangi dengan iklan anti rokok, padahal di negara lain sudah tidak ada iklan rokok di televisi maupun dalam bentuk reklame. Di Australia, sekali iklan anti rokok ditayangkan sekitar 55.000 orang berhenti merokok. "Menampilkan gambar memang penting untuk menurunkan jumlah perokok. Tetapi, lebih penting lagi untuk menghentikan perokok baru atau pemula," kata Fuad. Sementara itu, peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LDFEUI), Abdillah Ahsan mengatakan, secara riil harga rokok di Indonesia jauh berbeda dengan harga rokok di negara ASEAN lainnya. Data dari Tobacco Atlas tahun 2006, harga rokok Marlboro di Indonesia hanya 0,9 AS dolar per bungkus, di Laos 1,25 AS dolar, di Malaysia 2,18 AS dolar, di Singapura 7,5 AS dolar per bungkus. "Kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia harus jelas. Harga cukai harus naik, label `warning` harus dengan gambar dan lebih besar dari yang sekarang, iklan rokok tidak diperbolehkan, jangan seperti sekarang yang sangat dibebaskan," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008
-mahasiswa FKM UI\' 07-