Kita hanya bisa menyelamatkan gambut yang belum terbakar
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Azwar Maas mengatakan pemerintah dan pihak terkait perlu mengembalikan fungsi hidrologis lahan gambut untuk menjaga kelembapannya guna mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Satu-satunya jalan adalah mengembalikan fungsi kelembapan dan itu berdasarkan neraca air berbasis landscape," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Setelah proses itu dilakukan, maka cadangan air akan kembali ke kubah gambut. Hal tersebut juga tertuang dalam peraturan menteri, ujarnya.
Namun, kondisi saat ini kubah gambut dipakai sehingga keadaannya berbalik surut.
Baca juga: KLHK targetkan restorasi gambut 2 juta ha 2030 sukses 90 persen
"Jadi kita berupaya bagaimana mengembalikan kubah ini sebagai water storage atau penyimpanan air," katanya.
Konsep utama hidrologis tersebut memiliki tujuan supaya lahan gambut menjadi basah sepanjang tahun. Dengan demikian, risiko karhutla di berbagai daerah dapat ditekan.
Namun, permasalahan saat ini yaitu kondisi ekstrem atau fenomena El Nino sedang melanda.
Ia mengatakan adanya fenomena El Nino saat ini, menyebabkan upaya pengembalian dan mempertahankan fungsi hidrologis pada lahan gambut agak sulit dilakukan.
Karena, lanjut dia, kondisi itu bersifat evolusi, lambat secara alami dan tidak bisa diselesaikan dengan cara revolusi, dengan cara cepat.
Oleh karena itu, perlu kesadaran lebih dari semua pihak terutama kementerian terkait untuk secara serius mengembalikan fungsi hidrologis lahan gambut.
"Kita hanya bisa menyelamatkan yang belum terbakar," ujar dia.
Baca juga: BNPB minta daerah fokus cegah kebakaran lahan gambut
Sedangkan lahan gambut yang sudah terbakar, ia menyarankan agar pemerintah lebih mengedepankan sikap tegas dengan menerapkan penegakan hukum bagi konsesi. Hal itu termasuk keseriusan negara kepada seluruh pihak yang terindikasi melakukan pembakaran.
Secara umum, kata dia, jika hutan primer sudah dibuka menjadi tanaman monokultur atau jenis lainnya maka untuk mengembalikan ke kondisi sediakala berupa lahan gambut tidak bisa. Karena proses terjadinya gambut berasal dari pohon-pohon lapuk, tumbang dan rebah ke rawa-rawa yang berlangsung sangat lama.
Sebelumnya, Kepala Sub Direktorat Kelestarian Ekosistem Gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI Muhammad Askary mengatakan proses pemulihan lahan gambut yang terbakar di sejumlah daerah selama 2019 masih menunggu arahan dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum.
"Kami masih menunggu perintah dari Dirjen Gakkum, mana saja lahan gambut yang harus dipulihkan akibat kebakaran hutan dan lahan," katanya.
Baca juga: Paludikultur dikembangkan untuk pengelolaan gambut berkelanjutan
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019