Banjarmasin (ANTARA News) - Pembabatan hutan mangrove di beberapa Kabupaten di Kalimantan Selatan (Kalsel) hingga kini masih terus berlangsung, baik untuk memenuhi kebutuhan perumahan maupun untuk membuka areal tambak dan perikanan lainnya. Parahnya, pembabatan tersebut hingga kini belum disertai upaya untuk melakukan reboisasi, sehingga abrasi yang terjadi di kawasan pesisir laut, hingga kini tidak bisa dihindarkan lagi, demikian dilaporkan ANTARA News, Rabu. Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Suhardi Admoredjo, mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait di kabupaten maupun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk mencegah berlangsungnya pembabatan mangrove tersebut, namun hingga kini aktivitas yang dilakukan masyarakat pesisir tersebut sulit untuk dihentikan. Misalnya saja di Kabupaten Barito Kuala (Batola), beberapa waktu lalu telah membentuk tim koordinasi yang terdiri dari BKSDA, DPRD dan pemerintah daerah serta dinas terkait, untuk menghentikan pembabatan mangrove yang terus berlangsung di daerah tersebut. "Berbagai upaya pencegahan baik itu dengan sosialisasi maupun tindakan hukum telah dilakukan agar mangrove tidak lagi ditebang, namun karena kebutuhan ekonomi dan perumahan yang cukup besar, tampaknya masih sulit untuk mencegah masyarakat untuk tidak menebang mangrove," tambahnya. Menurut Suhardi, kawasan mangrove yang tersebar di Kabupaten Tanah Laut (Tala), Batola, Banjar, Kotabaru dan Batulicin mencapai sekitar 300 hektar, dan sebagian besar dari total lahan tersebut dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, karena telah berubah sebagai kawasan tambak ikan atau udang. Fatalnya lagi, masyarakat melakukan metode pembukaan lahan tambak secara berpindah-pindah dengan cara bergerombol, misalnya saja, petambak di Kabupaten Banjar, oleh pemerintahan setempat di larang, akhirnya mereka pindah ke Kabupaten Batola dan membuka lokasi baru. Dengan demikian, kerusakan hutan mangrove semakin merata, karena kawasan Batola yang sebelumnya tidak pernah terjamah oleh masyarakat, kini menjadi rusak, karena di daerah tersebut marak pembukaan areal tambak ikan dan udang. Untuk mereboisasi, tambahnya, sebenarnya ada dana dari gerakan penghijaun hutan (Gerhan) yang dialokasikan khusus untuk kawasan hutan mangrove, namun karena hutan mangrove merupakan kawasan konservasi penanganannya langsung dilaksanakan oleh BKSDA, dinas kehutanan hanya ikut mengawasi saja. Akibat pembabatan hutan mangrove ini, abrasi yang terjadi di Kabupaten Banjar utamanya di Kecamatan Aluh-Aluh Desa Sungai Musang, Bakambat dan Tanipah terus berlangsung. Ratusan hektar sawah dan puluhan rumah serta pohon, hanyut diterjang sungai yang terus melebar hingga perkampungan, karena pohon-pohon mangrove yang sebelumnya tumbuh di pesisir sungai di daerah tersebut kini sudah habis berubah menjadi hamparan sawah dan tambak masyarakat. Selain itu, di daerah tersebut yang sebelumnya terkenal sebagai penghasil ikan dan udang dengan kualitas ekspor, kini menurun, karena nelayan sudah kesulitan untuk mendapatkan ikan tangkapan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008