Surabaya (ANTARA News) - Pengamat NU Prof Kacung Marijan MA PhD menilai kekalahan Achmady (Cagub PKB) dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim bukan pertanda kehancuran PKB."Kekalahan Achamdy itu nggak ada hubungannya dengan suara PKB di masa datang, karena Pilgub dengan Pemilu itu 90 persen berbeda," katanya kepada ANTARA Nes di Surabaya, Rabu.Ditanya tentang "nasib" PKB di Jatim pada masa datang, guru besar Ilmu Politik di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu menyatakan kecilnya suara PKB itu karena pendukung PKB tersebar."Artinya, tidak semua pendukung PKB itu mendukung pak Achmady, karena banyak pendukung PKB yang mendukung Khofifah, bahkan ada juga yang ke Soekarwo dan Sutjipto," katanya. Menurut alumnus The Australian National University (ANU) Australia itu, kekalahan Achmady justru bukan karena faktor PKB, melainkan karena faktor Achmady, dana, dan konflik PKB. "Achmady itu bukan tokoh Jatim, tapi dia tokoh Mojokerto, karena itu dia hanya menang di Mojokerto. Kalau PKB mencalonkan Achmady ya jelas rontok, karena dia bukan pemimpin Jatim," katanya. Selain itu, katanya, konflik PKB membuat mesin politik menjadi sulit disatukan, apalagi dana yang dimiliki Achmady juga jauh di bawah dana yang dimiliki Soekarwo, Khofifah, Sutjipto, dan Soenaryo. "Kekalahan Achmady justru menjadi pelajaran penting bagi PKB bahwa konflik yang dialami selama ini sangat berpengaruh pada dukungan massa PKB dan NU kepada PKB dalam Pemilu mendatang. Jadi, nasib PKB tak dipengaruhi kekalahan PKB, tapi sangat dipengaruhi oleh islah Gus Dur-Muhaimin Iskandar," katanya. Ditanya banyaknya golput (golongan putih atau tidak memilih) dalam Pilgub Jatim, ia menyatakan golput di Jatim diperkirakan lebih banyak dari Jabar dan Jakarta. "Kalau Jakarta dan Jabar `kan berkisar 35 persen, tapi golput di Jatim `kan berkisar 40 persen. Angka itu pun masih kecil dibanding Jateng yang golputnya mencapai 45 persen," katanya. Namun, katanya, mayoritas golput buklan karena anti Pilgub, melainkan banyak yang merupakan akibat faktor ekonomis, faktor teknis, dan faktor sosial.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008