Bogor (ANTARA) - Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (Kemendagri dan KPU RI) diingatkan untuk bersikap tegas dalam menengahi keterlambatan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah ( NPHD) di daerah penyelenggara pilkada serentak yang NPHD-nya belum ditandatangani.
"Kemendagri dan KPU RI harus segera memediasi antara Pemerintah Daerah dan KPU Daerah, agar NPHD-nya bisa segera ditandatangani," kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Minggu.
Baca juga: KPU: 61 daerah belum penandatanganan NPHD Pilkada 2020
KPU RI sebelumnya membuat jadwal tahapan pilkada serentak tahun 2020, dimana penandatanganan NPHD sudah dilakukan antara Pemerintah Daerah dan KPU Daerah di daerah penyelenggara pilkada, paling lambat hingga 1 Oktober 2019.
Penandatanganan NPHD ini berfungsi untuk memastikan ketersediaan anggaran pilkada dari pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota yang menyelenggarakan pilkada serentak.
Namun, hingga 7 Oktober lalu, masih ada sebanyak 61 daerah dari 270 daerah penyelenggara pilkada serentak yang belum menandatangani NPHD. Karena itu, Kemendagri pada Senin, 7 Oktober, memperpanjang batas waktu penandatanganan NPHD selama dua pekan hingga Senin, 14 Oktober. Kenyataannya, sampai Minggu (13/10), masih ada sejumlah daerah yang belum menandatangani NPHD.
Baca juga: Penandatanganan NPHD Pilkada 2020 di Bali dilaksanakan serentak
Menurut Titi Anggraini, jika NPHD terlambat ditandatangani akan berdampak mengganggu tahapan pilkada yang sudah disusun oleh KPU RI. "Padahal, tahapan pilkada itu sudah dihitung secara cermat dan mempertimbangkan berbagai faktor. Kalau tahapan pemilu menjadi mundur, maka kualitas pilkada juga menjadi menurun," katanya.
Dalam pandangan Titi, ada beberapa faktor mengapa Pemerintah Daerah belum juga menandatangani NPHD yang merupakan alokasi anggaran dari APBD di daerah penyelenggara pilkada.
Pertama, karena masih adanya perbedaan prioritas anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah di daerah tersebut. Kedua, belum adanya kesepakatan besaran anggaran antara Pemerintah Daerah dengan KPU Daerah, sehingga masih terjadi tarik ulur. Ketiga, adanya polemik soal Bawaslu yang dinilai ada perbedaan dalam nomenklatur.
Dalam menyikapi perbedaan antara Pemerintah Daerah dan KPU Daerah ini, menurut Titi, maka Kemendagri dan KPU RI harus bersikap tegas dan segera turun tangan memediasi sehingga tercapai kesepakatan.
Pilkada serentak tahun 2020 diselenggarakan di 270 daerah, meliputi sembilan provinsi, 37 kota, serta 224 kabupaten.
Baca juga: KPU DIY sebut kebutuhan anggaran pilkada serentak 2020 terpenuhi
Baca juga: DP4 Pilkada 2020 107,5 juta jiwa
Baca juga: Mendagri yakin anggaran Pilkada Serentak 2020 selesai tepat waktu
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019