Periode Juli 2019 merupakan bulan terpanas dalam sejarah selama 100 tahun terakhir, akibat pemanasan global.
Pangkalpinang (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Doni Monardo menyebutkan periode Juli 2019 merupakan bulan terpanas dalam sejarah selama 100 tahun terakhir, akibat pemanasan global.
"Musim kemarau Juli tahun ini merupakan bulan terpanas sepanjang sejarah, ini artinya kita memasuki perubahan iklim yang cukup ekstrim," kata Doni Monardo di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia mengatakan salah satu upaya untuk mengurangi panasnya temperatur bumi ini adalah dengan menjaganya dengan vegetasi dan menanam berbagai tanaman.
Baca juga: 2010 Termasuk Tiga Tahun Terpanas Sejak 1850
"Semua instansi pemerintah daerah dan elemen masyarakat harus menjaga dan menanam berbagai tanaman endemik lahan-lahan kosong," ujarnya.
Minsalnya, penanaman tanaman endemik di Pulau Bangka dan Belitung di lahan-lahan kritis dapat mengurangi pemanasan global di negeri laskar pelangi ini.
"Pulau Bangka dan Belitung memiliki keindahan alam eskotik dan tempat yang sangat menarik, bahkan Belitung menjadi populer karena flim laskar pelangi," katanya.
Oleh karena itu, mari kita jaga keindahan alam dengan tidak membakar hutan dan lahan serta melakukan penebangan liar yang merusak lingkungan ini.
Baca juga: 2015 tahun terpanas
"Kedepan wisatawan berwisata bukan karena ingin menginap di hotel berbintang, tetapi ingin menikmati keindahan alamnya," ujarnya.
Ia mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk menjaga flora dan fauna, agar kelestarian alam ini terjaga dengan baik.
"Ini butuh komitmen kita bersama dan tidak bisa pemerintah bekerja sendiri untuk menjaga alam ini. Butuh dunia industri, usaha, pemeritah, relawan, budayawan, pemuka agama dan media massa untuk menjaga alam ini," ujarnya.
Baca juga: Setelah tiga tahun terpanas, cuaca buruk meliputi 2018
Pewarta: Aprionis
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019