Semarang (ANTARA) - Direktur Indonesian E-fraud Watch Solichul Huda menilai kredit macet di Bank Jateng Cabang Jakarta yang nilainya hampir Rp1 triliun harus diinvestigasi untuk mengetahui kemungkinan adanya pelanggaran pidana dalam kejadian itu.
"Informasinya sudah macet sejak 2018. Kalau ada dugaan suap atau data fiktif tentu penegak hukum harus turun tangan," kata Huda di Semarang, Jumat.
Ia menyebut ada beberapa bagian yang memungkinkan menjadi penyebab terjadinya kredit macet.
"Bisa dari bagian administrasi kredit, analis, atau pengambil keputusan," katanya.
Baca juga: Nasabah pembobol Rp4,5 miliar uang Bank Jateng terancam dipolisikan
Terlebih lagi, lanjut dia, jika ditemukan lebih dari satu nomor rekening kreditnya yang macet.
Sesungguhnya, menurut dia, tiap bank memiliki aplikasi antifraud untuk mengantisipasi terjadi kredit bermasalah ini.
Namun, kata dia, rata-rata antifraud yang digunakan oleh perbankan tersebut berbasis data transaksi.
"Jadi, kalau terjadi kredit macet, baru terdeteksi setelah pencairan," kata Doktor Ilmu Komputer ITS Surabaya ini.
Ia sendiri mengungkapkan tentang adanya sistem antifraud bernama Hurito yang bisa diaplikasikan oleh perbankan untuk mengantisipasi kredit bermasalah.
Metode itu, kata dia, dinilai cukup efektif untuk mengantisipasi suatu kredit akan macet agak lancar atau lancar.
Meski demikian, lanjut dia, secara umum kredit macet tentunya akan memunculkan agunan yang dijadikan penjamin sehingga kerugian yang terjadi bisa tergantikan.
Sebelumnya diberitakan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah Riyono menyoroti kinerja Bank Jateng Cabang DKI Jakarta terkait dengan temuan kredit macet yang nilainya hampir mencapai Rp1 triliun.
Menurut politikus PKS itu, kredit macet yang terjadi sejak 2018 akibat lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Bank Jateng Cabang DKI Jakarta. ***2***
Baca juga: Legislator soroti kredit macet di Bank Jateng Cabang Jakarta
Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019