Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Agung Laksono mengemukakan, sudah lama nama-nama yang disebut-sebut menerima aliran dana Bank Indonesia (BI) beredar di masyarakat, termasuk di kalangan DPR, sehingga publik tidak terkejut mendengar perkembangan dari sidang di Pengadilan Tipikor.
"Nama-nama itu sudah lama beredar. Kita serahkan kepada mekanisme pengadilan," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin.
Agung mengemukakan, pihaknya tidak terkejut atau menganggap sebagai sesuatu yang baru ketika sejumlah nama mantan Anggota DPR disebut-sebut menerima dana BI.
Namun penyebutan nama-nama Anggota DPR dan mantan Anggota DPR RI itu di depan pengadilan merupakan penguatan dari rumor atau isu yang telah berkembang selama ini. "Ini bola lama, bukan bola baru. tetapi terserah pengadilan bagaimana apakah mau ditindaklanjuti atau tidak," katanya.
Tersangka dugaan penyelewengan dana BI pada 2003, Hamka Yandhu, membeberkan adanya aliran dana BI ke sejumlah anggota Komisi IX DPR di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Senin.
Ketika memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa dua mantan pejabat Bank Indonesia (BI) Oey Hoy Tiong dan Rusli SImanjuntak, Hamka membenarkan sebagian besar anggota fraksi dari berbagai partai politik di Komisi IX DPR telah menerima dana tersebut.
Uang yang diterima masing-masing anggota DPR bervariasi antara Rp250 juta sampai Rp500 juta.
Menurut Hamka, besaran pemberian kepada masing-masing anggota DPR ditentukan oleh Antony Zeidra Abidin, mantan anggota DPR yang juga menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Menurut pengakuan Hamka, uang mengalir ke 13 anggota Komisi IX dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang masing-masing menerima Rp250 juta. Mereka antara lain Sutarto, Sukono, dan Max Moein.
Uang juga mengalir ke sejumlah politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), antara lain Daniel Tanjung, Endin Soefihara, dan Habil Marati. Menurut Hamka, uang untuk politisi PPP mencapai Rp500 juta yang diserahkan kepada Daniel Tanjung oleh Antony Zeidra Abidin.
Kemudian giliran anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa yang menerima uang. Uang sebesar Rp1 miliar diberikan oleh Hamka kepada Amru Al Mutazim dalam empat tahap. Uang itu kemudian dibagikan kepada Ali As`ad, Aris Siagian, dan Amin S.
Uang dengan jumlah yang sama juga mengalir ke anggota Fraksi TNI/Polri, yaitu kepada Darsuf Yusuf, R. Sulistyadi, Suyitno, dan Uji Suheri.
Menurut Hamka, uang itu diberikan di gedung DPR, pada jam kerja.
"Mereka juga naik ke ruangan saya," kata Hamka merinci lokasi pemberian uang.
Hamka membenarkan uang itu untuk keperluan pembahasan permasalahan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan pembahasan revisi UU BI.
Hamka juga membeberkan, Menteri Kehutanan MS Kaban menerima Rp300 juta dari Bank Indonesia (BI) ketika menjadi anggota Komisi IX DPR.
Hamka menegaskan, dirinya sendiri yang menyerahkan uang tersebut kepada Kaban.
Hamka mengungkapkan pula bahwa Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, menerima uang sekitar Rp1 miliar yang berasal dari Bank Indonesia ketika menjabat pimpinan Komisi IX DPR .
"Pak Paskah menerima kira-kira satu miliar rupiah ," kata Hamka.
Selain Paskah, beberapa pimpinan Komisi IX lain juga menerima aliran dana. Mereka adalah Emir Moeis dari PDIP (menerima Rp300 juta), Ali Masykur Musa dari PKB (Rp300 juta), dan Faisal B.
Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah pada 2003 mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar.
Uang itu diduga mengalir ke sejumlah anggota DPR dan sejumlah mantan pejabat BI.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus itu, yaitu mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya, mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin, dan anggota DPR Hamka Yandu.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008