Jakarta (ANTARA News) - Rencana Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat bunga Giro Wajib Minimum (WGM) dinilai positif, karena dana perbankan yang disimpan di instrumen BI menjadi lebih besar, sehingga lebih mampu mencegah terjadinya kredit bermasalah perbankan. "Kebijakan BI untuk menaikkan bunga GWM akan disambut baik oleh perbankan, asalkan tidak mengganggu target kredit yang telah ditetapkan," kata pengamat perbankan, Edwin Sinaga, di Jakarta, Senin. Dikatakannya, perbankan pada prinsipnya sepakat dengan rencana BI itu, apalagi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal ketiga 2008 cenderung melambat. BI sampai saat ini belum menetapkan tingkat bunga GWM bagi perbankan yang saat ini mencapai lima persen, katanya. Menurut dia, rencana BI menaikkan bunga GWM itu karena khawatir penyaluran kredit perbankan pada tahun ini tumbuh sebesar 30 persen dalam kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Pertumbuhan kredit sebesar itu diperkirakan akan memicu terus meningkatnya laju inflasi 2008, ucapnya. Perbankan, lanjut dia, memang diminta untuk meningkatkan fungsi intermediasi dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh di atas enam persen yang saat ini hanya mencapai 5,8 persen. Bahkan pemerintah diminta harus dapat memanfaatkan pertumbuhan ekonomi China dan India yang tumbuh di atas sembilan persen, dalam upaya mengurangi kemiskinan dan tingkat pengangguran. Karena pertumbuhan ekonomi dunia saat ini sudah beralih dari kawasan Eropa menuju kawasan Asia, tuturnya. Dirut PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Farid Rahman, mengatakan sepakat bunga GWM dinaikkan untuk mencegah kredit bermasalah menjadi meningkat. "Kami memperkirakan BI sudah memperhitungkan sebelumnya rencana kenaikan itu, karena pertumbuhan ekonomi saat ini agak mengendor," katanya. Penyaluran kredit yang tinggi dan kecenderungan naiknya tingkat suku bunga bank yang tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat dikhawatirkan akan mendorong laju inflasi meningkat. Ekonom PT Bank Mandiri, Martin Panggabean, mengungkapkan, tingginya pertumbuhan kredit akan menjadi ancaman baru yang akan mendorong inflasi. "Ini akan terjadi ketimpangan karena pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan hanya 5,8 persen dan kredit tumbuh di atas 30 persen, maka inflasi akan terdorong naik," katanya. Menurut dia, tingginya pertumbuhan kredit di saat inflasi yang tinggi dan suku bunga yang cenderung naik ini perlu dipertanyakan, karena akan berpotensi terhadap kredit bermasalah (NPL). Dengan kondisi ini, lanjut Martin, wajar jika BI mengkhawatirkan tingginya pertumbuhan kredit ini akan menjadi ancaman baru terhadap inflasi, ucapnya. Jika ini dibiarkan, maka inflasi akan terganggu dan NPL-nya akan besar," ujarnya. (*)
Copyright © ANTARA 2008