Jakarta (ANTARA News) - Pelajar-pelajar Indonesia berhasil meraih dua emas, dua perak, dan satu perunggu di ajang Olimpiade Fisika Internasional (The International Physics Olympiad, IPhO) ke-39 di Hanoi, Vietnam 20-29 Juli 2008. "Hasil ini menunjukkan kita punya potensi yang sangat besar untuk maju," kata Ketua Tim Olimpiade Fisika Indonesia Prof Yohanes Surya PhD saat dihubungi pertelepon di Jakarta, Minggu malam. Ia meyakini sumber daya manusia (SDM) pelajar Indonesia begitu luar biasa kalau "dipoles" meskipun memang bidang pendidikan nasional secara menyeluruh masih belum baik. Ia mengatakan semakin banyak pelajar Indonesia yang berhasil menjadi juara pada olimpiade sains di tingkat internasional. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi SDM yang sangat besar untuk maju, katanya. Yohanes mengatakan berdasarkan informasi yang ia terima, Tim Olimpiade Fisika Indonesia dalam Olimpiade Fisika Internasional ke-39 itu berhasil pula menggondol gelar eksperimen terbaik (the best experiment). Indonesia mengikutsertakan lima pelajar di ajang kompetisi tahunan tersebut yakni Adam Badra Cahaya (SMAN 1 Jember), Rudy Handoko Tanin (SMA Sutomo 1 Medan), Kevin Winata (SMAK 1 Penabur Jakarta), Tyas Kokasih (SMA Taruna Nusantara Magelang), dan Thomas A Nugraha (SMAN 78 Jakarta). Kelima siswa tersebut sebelumnya berhasil mengukir prestasi terbaik dalam Olimpiade Fisika Asia (APhO) ke-9 di Ulaanbaatar, Mongolia, pada 20-28 April 2008 dengan tiga emas, satu perak, dan satu perunggu, dan empat tanda penghargaan lainnya. Prof Yohanes Surya, PhD tidak menyertai tim Indonesia di Hanoi karena terbentur jadwal bersamaan dengan kegiatan sebagai Ketua Jambore Sains Asia (Asian Science Camp) 2008 di Bali. Dengan prestasi terbaik di ajang IPhO ke-39 di Hanoi itu, Yohanes yakin pelajar Indonesia bisa menjadi luar biasa. "Mudah-mudahan hasil ini juga bisa mendorong para pendidik, yang bertanggung jawab mengembangkan pendidikan di Indonesia, untuk lebih memperhatikan anak-anak cerdas di Indonesia agar mereka bisa berkembang menjadi luar biasa," katanya menambahkan. Menurut dia, dengan SDM yang ada, persoalan bukan pada ketidakmerataan pendidikan tetapi lebih pada masalah kesempatan. Ia mencontohkan dirinya pernah menangani pelajar dari Papua dan mendidik dalam waktu 16 bulan ternyata bisa mengalahkan juara dunia Olimpiade Fisika dari Jakarta.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008