titik panas yang terpantau di Sumsel berjumlah 414 titik selama 24 jam terakhir.

Palembang (ANTARA) - Kualitas udara di Kota Palembang kembali memburuk pada level berbahaya akibat asap kiriman dari wilayah terpapar kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan, Jumat.

Pantauan ANTARA, asap pekat menyelimuti Kota Palembang dan membuat jarak pandang terbatas disertai suhu udara dingin. Asap tersebut mulai meningkat intensitasnya sejak Kamis sore pascahujan ringan di beberapa lokasi.

Baca juga: Empat pesawat berputar-putar akibat kabut asap selimuti palembang


"Asap ini kiriman dari wilayah Banyuasin I, Tulung Selapan dan Mesuji yang berada di arah tenggara Kota Palembang," kata Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Bambang Beny Setiaji.

Berdasarkan data air visual terintegrasi satelit hingga pukul 08.30 WIB, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kota Palembang berada pada angka 359 dengan kategori berbahaya atau setara 309 mikrogram/meter PM 2,5.

Sementara Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Selatan, Ansori, menambahkan bahwa intensitas asap terus berlanjut dan meningkat seiring menyebarnya titik panas yang terpantau berjumlah 414 titik selama 24 jam terakhir.

"263 titik atau setengahnya ada di Kabupaten OKI yang berada di sisi tenggara Kota Palembang," jelas Anshori.

Baca juga: Selama musim asap, 476 penerbangan di Palembang tertunda


Kondisi kabut asap tersebut dikeluhkan masyarakat beberapa hari terakhir, khususnya warga yang harus beraktivitas di luar ruangan seperti para ojek daring.

"Kami memang harus terbiasa dengan asap, apalagi pada waktu-waktu tertentu seperti malam hari itu mata rasanya jadi lebih perih," kata salah seorang ojek daring, Saiful.

Meski kabut asap semakin meningkat intensitasnya, para siswa tetap bersekolah dan belum ada instruksi libur dari dinas pendidikan setempat.

Baca juga: Jarak pandang di Bandara SMB II Palembang tersisa 50 meter


Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019