Yogyakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya tidak perlu menghadiri setiap sidang di DPR, karena kebobrokan lembaga legislatif ini justru tidak terjadi di dalam sidangnya. "Jika KPK ingin memantau secara langsung pembahasan suatu masalah di dalam sidang DPR, maka harus sesuai dengan kapasitasnya, jangan hanya kemudian KPK sekedar duduk, diam dan mendengarkan," kata peneliti Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Moctar, SH, LLM, Minggu. Dikatakannya, sebenarnya kebobrokan DPR justru banyak terjadi di luar Gedung Senayan, dan ini yang semestinya menjadi perhatian KPK. "KPK sendiri yang memergoki dan menangkap berbagai kasus suap anggota DPR yang dilakukan di luar, seperti penangkapan Al Amin yang dilakukan di sebuah hotel serta transaksi lain yantg dilakukan di rumah makan atau `cafe`," katanya. Menurut dia, jika kehadiran KPK dalam sidang tersebut dalam kapasitas tertentu, itu cukup bagus karena dapat menjadi `pengawas independen` agar sidang tidak disalahgunakan untuk berbagai kepentingan tertentu. "Tetapi selama ini banyak sidang DPR yang terbuka untuk umum dan siapapun dapat masuk mengikuti jalannya sidang, tetapi jika sidang tertutup dan pembahasan terkait dengan hal-hal yang rawan penyimpangan, sangat baik jika KPK hadir," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, kehadiran KPK dalam sidang DPR semestinya sedikit banyak membawa perubahan, jika tidak maka tidak akan ada artinya. "Sebaiknya KPK memang menggunakan cara lain untuk mengungkap kebobrokan di DPR, bukan hanya melalui sidang-sidangnya," katanya. Ia menambahkan, kehadiran KPK di dalam sidang DPR akan bermanfaat jika kemudian memiliki efek jera dan dapat membongkar semua kebobrokan. "Kalau KPK bisa masuk dalam sidang, yang terpenting apa yang bisa dilakukannya, kalau sekedar duduk dan mendengarkan tetapi tidak ada hasil signifikan maka tidak ada artinya, yang penting adalah bagaimana KPK dapat membuat efek jera dan meminimalkan kebobrokan di DPR," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008