"Waktu saya lihat tayangan terjadinya penusukan, pengawalnya tidak ada yang berjaga-jaga di belakang Pak Wiranto. Seharusnya penjagaan dilakukan di belakang, bagian kanan dan kiri. Ini pelajaran penting bagi para pengawal pejabat untuk waspada terhadap siapa saja," kata Menhan kepada wartawan saat diminta tanggapannya terhadap pengamanan pejabat/menteri di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar, Kamis.
Menurut dia, sering kali petugas keamanan melupakan pengamanan terhadap para pejabat lantaran sudah merasa aman.
Baca juga: Wiranto ditusuk, Menhan ingatkan soal bahaya ISIS
"Akan tetapi, justru teroris akan mencari celah dan melihat kapan titik lemahnya. Sama saja kalau kita operasi perang atau bertempur, 1 sampai 2 bulan masih ketat. Namun, menjelang 12 bulan sudah lain lagi," kata Ryamizard.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini menegaskan bahwa pengamanan terhadap presiden dan pejabat negara tidak boleh lengah.
"Dari awal sampai akhir (kegiatan) haru selalu siap siaga," tuturnya.
Ryamizard mengaku SOP pengamanan pejabat negara sudah ada namun perlu selalu waspada untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang ada.
"Sudah ada SOP-nya. Kalau sudah lama 'kan lupa, apalagi pengawal saya 5 tahun mendampingi saya gitu-gitu aja. Malahan saya sering mengingatkan kepada ajudan saya untuk selalu waspada. Saya 'kan 14 tahun di daerah operasi, jadi mengerti," kata Ryamizard.
Baca juga: Menhan: Peristiwa penusukan Wiranto tidak ancam pelantikan presiden
Menhan mengaku heran mengapa Menko Polhukam Wiranto menjadi sasaran teroris.
Ia prihatin atas peristiwa yang menimpa Wiranto yang ditusuk di Pandeglang, Banten.
"Saya prihatin kepada Pak Wiranto yang lebih senior daripada saya terkena seperti itu. Kita berharap tidak terjadi lagi," ucapnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019