Jakarta (ANTARA News) - Pemuka penganut agama-agama yang ada di Indonesia berpendapat, penerapan terapi sel punca (stem cell) embrionik untuk pengobatan penyakit tidak diperbolehkan oleh agama.
Pendapat pemuka agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Buddha tentang penggunaan sel punca yang diambil dari embrio manusia untuk terapi pengobatan itu disampaikan dalam diskusi panel mengenai perkembangan terapi sel punca yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Jakarta, Sabtu.
Dr.H.A.F. Wibisono, MA dari Muhammadiyah mengatakan, penggunaan sel punca embrionik untuk keperluan apa pun tidak diperbolehkan kecuali saat terapi itu menjadi satu-satunya solusi untuk menyelamatkan nyawa manusia.
"Karena, menurut pemikiran yang berkembang di Muhammadiyah, embrio terbentuk setelah konsepsi, artinya sudah ada kehidupan di sana. Jadi mengambilnya sama dengan melakukan aborsi," katanya.
Ia hanya memberi pengecualian pada sel-sel yang diambil dari sisa embrio hasil proses bayi tabung yang dibuat dari sperma dan sel telur pasangan suami istri.
Seperti Wibisono, maka Prof.Dr.HM.Ridwan Lubis dari Nahdlatul Ulama juga berpendapat terapi sel punca embrionik hanya bisa dilakukan bila sudah tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan manusia.
"Kalaupun aplikasi terapi sel punca embrionik pada manusia dilakukan, harus dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan dampaknya terhadap manusia," katanya serta menambahkan tindakan itu harus dilakukan sesuai tujuan hukum Islam yakni terpeliharanya agama, jiwa, kehormatan, keturunan dan harta manusia.
Meski pihaknya juga belum melakukan kajian khusus, Pendeta Robert P Borong dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menjelaskan, agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati.
"Apalagi pada dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna, sehingga pasti ekses yang mesti diperhitungkan," katanya serta menambahkan tapi pihaknya masih mentoleransi penggunaan sel embrio sisa hasil proses bayi tabung.
Pastor Dr.Br.Agung Prihartana, MSF dari Konferensi Waligereja Indonesia(KWI) juga mengatakan bahwa secara tegas gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun.
"Yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati," katanya.
Gereja, katanya, juga tidak mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi tabung karena apa pun bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunya hak untuk hidup.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI).
"Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, menggunakan sel punca dari embrio sama dengan aborsi, pembunuhan," kata Ketut Wilamurti.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008