Jakarta (ANTARA) - Pengurus dan anggota Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia (Gapensi) DKI Jakarta menyatakan keberatan terkait peraturan mengenai kontraktor atau pelaksana konstruksi asing.

"Kami memahami kebijakan pemerintah untuk mengatur kontraktor asing, namun jangan diberlakukan seketika itu juga. Beri kami waktu untuk melakukan perubahan," kata Sekretaris Umum Gapensi DKI Jakarta, Erwin Princen di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Kontraktor minta pemerintah tinjau lagi izin jasa konstruksi asing

Hal ini disampaikan Erwin usai Gapensi DKI Jakarta mengundang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk melakukan sosialisasi dan dialog mengenai Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2019 tentang pedoman pelayanan perizinan badan usaha asing.

"Peraturan ini memang merupakan perpanjangan dari Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi, namun pemberlakukannya jangan dibuat mendadak karena membuat kontraktor asing mengalami kesulitan untuk mengikuti tender," kata Erwin.

Baca juga: Gapensi berharap Jokowi-Ma'ruf memperhatikan Lebak

Seperti diketahui sebagian besar dari pelaksanan konstruksi berstatus PMA di Indonesia dimiliki perorangan (tenaga ahli), akibat diterbitkannya aturan tersebut membuat mereka mengalami kesulitan untuk mengurus sertifikat badan usaha (SBU) sebagai syarat untuk ikut tender di Indonesia.

"Bahkan ada salah satu anggota kami yang gagal mengikuti tender proyek MRT beberapa waktu lalu karena tidak mengantongi SBU," ujar dia.

Padahal, jelas Erwin, terdapat 107 badan usaha pelaksana konstruksi berstatus PMA dari 3.000 yang bernaung di bawah Gapensi DKI Jakarta namun terancam kelangsungan usahanya karena Permen PUPR tersebut.

Erwin menyatakan kekhawatirannya kalau pemerintah terlalu kaku dalam menerapkan peraturan menteri tersebut akan membuat pekerja konstruksi di bawahnya bakal kehilangan peluang kerja, serta berikutnya akan berpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia.

"Investor asing yang ingin menenamkan modalnya di Indonesia tentu ingin mendapatkan kepastian akan usahanya. Kalaupun terjadi perubahan hendaknya dibuat sosialisasi terlebih dahulu untuk memberikan kesempatan untuk mengikuti perubahan tersebut," ujarnya.

Baca juga: Gapensi ingatkan pengusaha kecil harus dilibatkan dalam tender

Menurut Erwin dengan diberlakukannya kebijakan tersebut banyak dari pelaksana konstruksi berstatus PMA terpaksa harus kembali ke negaranya untuk mengurus persyaratan agar dapat menjadi badan usaha sesuai yang dipersyaratkan pemerintah Indonesia.

"Prosesnya itu tidak mudah dan lama. Sementara badan usaha yang ada di Indonsia selama masa itu tidak mendapat kesempatan berkerja," ujar Erwin.

Erwin juga melihat kontraktor asing tersebut selama ini bukan menjadi ancaman mereka selama ini hanya bermain di skala menengah, sedangkan untuk skala atas lebih banyak digarap BUMN Karya.

Sedangkan menurut Kasubdit Jasa Konstruksi Kementerian PUPR, Suswanto peraturan tersebut merupakan kelanjutan dari peraturan sebelumnya tentunya dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi, serta tidak ada perubahan.

"Subtansinya sama hanya saja besaran sanksi denda kalau melanggar lebih tinggi dibaningkan sebelumnya," ujar dia.

Baca juga: Jusuf Kalla minta kontraktor jangan ikut korupsi

Menurut Suswanto Permen PUPR tersebut tidak dapat diubah karena merupakan perpanjangan tangan dari undang-undang.

"Kalau mau diubah ya berarti undang-undangnya. Tapi saya rasa tidak mungkin," ujar dia.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2019