Perlindungan terhadap industri manufaktur dalam negeri setelah diberlakukan free trade agreement (FTA) menjadi suatu tuntutan yang sangat krusial dan harus dilakukan.
Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah memberlakukan "Non-Tariff Measures (NTM)" sebagai instrumen pengaturan arus barang impor yang masuk dalam bentuk bahan baku, produk antara, maupun barang jadi.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Johnny Darmawan dalam FGD Non-Tariff Measures di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Kamis, mengatakan instrumen tersebut diterapkan untuk melindungi konsumen lokal dan industri dalam negeri.
"Di tengah semakin kecilnya tarif bea masuk sebagai konsekuensi diberlakukannya kesepakatan FTA maka NTM akan menjadi andalan sebagai instrumen yang dinilai efektif dalam memproteksi industri dalam negeri," kata Johnny.
Menurut dia, perlindungan terhadap industri manufaktur dalam negeri setelah diberlakukan free trade agreement (FTA) menjadi suatu tuntutan yang sangat krusial dan harus dilakukan.
Baca juga: Kadin sebut ini penyebab peringkat daya saing Indonesia turun
Hal itu agar para pelaku industri manufaktur nasional terlindungi dari persaingan impor, sehingga persaingan usaha di dalam negeri tetap sehat dan industri nasional bisa berkembang dan industri bisa berkelanjutan (Sustainable Industry).
Johnny menilai saat ini instrumen perlindungan yang dimiliki industri nasional dalam perdagangan bebas atau FTA dinilai masih sangat sedikit dibandingkan dengan negara lain sehingga industri dalam negeri kurang kompetitif ketika menghadapi FTA.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, impor berbagai jenis barang meningkat tajam, terutama produk-produk hasil manufaktur di antaranya impor tekstil dan produk tekstil (tpt) meningkat dari 7,58 miliar dolar AS pada 2017 menjadi 8,68 miliar dolar AS pada 2018.
Impor baja juga meningkat dari sekitar 7 juta ton di 2017 menjadi 8,1 juta ton pada 2018. Lalu impor ban meningkat 38 persen menjadi 732 juta dolar AS pada 2018, sebelumnya pada 2017 sebesar 529 juta dolar AS. Impor keramik sampai akhir 2019 diperkirakan akan mencapai 286 juta dolar AS, dibanding tahun 2018 sebesar 190,6 juta dolar AS atau naik sebesar 50 persen.
Baca juga: Pemerintah perpanjang komitmen dengan Kadin untuk pengembangan KEK
Sementara impor kosmetik pada tahun 2018 mencapai 850,15 juta dolar AS, meningkat dibandingkan tahun 2017 sebesar 631,66 juta dolar AS. Peningkatan impor yang terus terjadi disinyalir sebagai akibat perang dagang AS-Tiongkok.
Johnny menjelaskan NTM merupakan kebijakan selain tarif yang berpotensi memiliki dampak ekonomi seperti perubahan harga, kuantitas barang, serta memiliki implikasi terhadap perkembangan ekonomi, khususnya bagi negara yang terintegrasi pada perdagangan global.
Penggunaan instrumen NTM seperti hambatan perdagangan atau trade remedies yang merupakan kesepakatan dalam WTO Agreement seperti "safeguard", anti dumping, quota, countervailing duties dan lain-lain harus semakin diperbanyak.
Kadin mencatat NTM masih banyak diterapkan di ASEAN untuk menghambat produk impor karena kebijakan tarif dianggap tidak lagi dapat menghambat produk impor.
Dari total 5975 measures di ASEAN, 33,2 persen adalah The Sanitary and Phytosanitary Agreement (SPS); 43,1 persen technical barriers to trade (TBT) dan 12,8 persen export measures.
Meskipun sulit untuk mengukur secara pasti berapa jumlah NTM yang ada di Indonesia, kebijakan NTM dalam sektor manufaktur masih sangat diperlukan untuk melindungi produsen domestik terhadap persaingan usaha dengan pelaku ekonomi asing.
Baca juga: Pemerintah dorong PLB e-commerce kendalikan produk impor
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019