Jakarta (ANTARA News) - Para pengusaha Indonesia akan semakin tertekan terkait rencana beberapa bank yang akan menaikkan suku bunga kredit akibat mengikuti kenaikan BI rate sebesar 8,75 persen. "Tekanan semakin bertubi, dimana daya beli masyarakat yang menurun akibat inflasi yang tinggi, sekarang ditambah naiknya suku bunga kredit," kata Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia (Kadin) Bambang Soesatyo, Kepada ANTARA di Jakarta, Jumat. Menurut Bambang, dengan naiknya suku bunga ini, maka para pengusaha Indonesia akan kesulitan untuk menambah modal. "Dengan menurunnya daya beli, maka produksi akan semakin menurun dan akan diikuti oleh pengurangan karyawan. Jika tidak di manage yang benar akan bangkrut, dan untuk nambah modal tidak bisa karena naiknya suku bunga," jelasnya. Kadin berharap Bank Indonesia (BI) tidak mengambil jalan pintas dalam mengatasi inflasi dengan menaikkan suku bunga acuannya (BI rate), karena akan diikuti oleh kenaikan suku bunga kredit yang akan menekan para pengusaha. "Mungkin untuk pengusaha yang orientasi ekspor masih bisa berjalan, namun untuk produsen yang pasarnya mengandalkan pasar domestik itu akan berat," ungkap Bambang. Untuk itu, Bambang berharap, pemerintah sebagai pemegang kebijakan fiskal dan BI pengendali moneter untuk berkoordinasi untuk melakukan dalam pengendalian inflasi. "Perlu langkah yang tepat dari pemerintah untuk mengatasi inflasi ini," jelasnya. Pada pemberitaan ANTARA sebelumnya, beberapa bank nasional telah mengumumkan kenaikan suku bunga, seperti Bank BCA yang menaikkan sekitar satu persen, terkait dengan naiknya BI rate akibat tekanan inflasi. "Kenaikan ini akan terus berlanjut jika BI terus menaikkan BI rate-nya hingga 9-10 persen, dan itu akan menekan pengusaha Indonesia," kata Bambang. Dia juga menegaskan bahwa kenaikan suku bunga ini tidak hanya akan memukul sektor usaha saja, namun akan memukul sektor perbankan sendiri, selain tingginya "cost of fund" juga akan mengalami kesulitan penyaluran kredit. Sementara Pengamat Perbankan Anton Gunawan, naiknya suku bunga yang sekitar satu persen ini belum akan berdampak pada sektor riil. "Belum terlalu berdampak, karena pada kenyataannya saat ini pertumbuhan kredit masih tinggi, dimana pada Juli ini sudah mencapai 34 persen," kata Anton, saat dikonfirmasi ANTARA. Dia memang mengakui bahwa tingginya pertumbuhan kredit di saat inflasi yang tinggi ini akan berdampak pada "over heating" dan menaikkan inflasi. "Walaupun ada pengereman pertumbuhan kredit akibat inflasi ini, namun masih akan lebih baik dari target yang ditetapkan sebelumnya sebesar 26 persen, mungkin akan tercapai 27 persen," jelasnya. Anton juga menegaskan bahwa kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) dan suku bunga kredit yang sekitar satu persen ini belum memukul sektor riil. "Memang ada revisi dari bank-bank besar, namun untuk bank-bank kecil masih akan tumbuh masih besar," tambahnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008