Rabat, Maroko (ANTARA) - Pegiat hak asasi manusia Maroko telah menjadi sasaran peretas yang bersenjatakan perangkat lunak mata-mata komputer canggih di tengah penindasan pemerintah atas pemrotes dalam beberapa tahun belakangan ini, kata Amnesty International.
Satu laporan http://amnesty.org/en/latest/research/2019/10/Morocco-Human-Rights-Defenders-Targeted-with-NSO-Groups-Spyware yang disiarkan pada Rabu (9/10) oleh organisasi nir-laba pegiat hak asasi manusia Inggris tersebut memperllihatkan bagaimana dua pegiat kenamaan Maroko berulangkali menjadi sasaran sejak setidaknya 2017 dengan pesan teks yang berisi virus dan melalui teknik pencegatan internasional, yang secara diam-diam bisa menanamkan perangkat jahat pada telepon genggam.
Temuan itu memperlihatkan bagaimana pemerintah dan kelompok lain di seluruh dunia bisa membeli perangkat-peretasan canggih dan keahlian dari pedagang asing untuk memata-matai pegiat, wartawan dan pesaing politik.
Caludio Guarnieri, seorang peneliti keamanan di Amnesty, mengatakan kepada Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis, kedua pegiat hak asasi manusia yang jadi sasaran di Maroko, Maati Monjib dan Abdessadik El Bouchattaoui, diretas dengan bantuan peralatan yang dikembangkan oleh pedagang senjata maya Israel yang dikenal dengan nama NSO Group.
Guarnieri mengatakan ia menduga para peretas bekerja buat pemerintah Maroko, walaupun bukti teknis yang meyakinkan tidak ditemukan.
"Amnesty percaya serangan ini tidak sah dan pelanggaran hak asasi (pegiat)," kata Guarnieri. "Ada kaitan yang terelakkan dengan pemerintah Maroko yang berada di belakang serangan ini."
Dalam satu percakapan telepon dengan Reuters, Monjib dan Bouchattaoui mengatakan mereka juga menduga pemerintah bertanggung-jawab.
Pesan yang diberilkan pada Kementerian Urusan Luar Negeri Maroko di Rabat dan Kedutaan Besar Maroko di Washington pada Rabu belum dijawab. NSO mengatakan organisasi tersebut sedang menyelidiki tuduhan itu.
Laporan Amnesty menjelaskan bagaimana produk tertentu NSO, yang dikenal sebagai "Pegasus spyware platform", yang menggunakan pesan teks dengan perangkat jahat yang ditanamkan dan mengincar Monjib serta Bouchattaoui untuk mengumpulkan informasi yang disimpan di telepon genggam mereka.
"Saya tahu saya dipantau oleh dinas intelijen negara tapi saya tidak tahu bagaimana (sebelumnya)," kata Bouchattaoui.
Pesan teks perangkap tersebut, yang diteliti oleh Amnesty, dikirim antara 2017 dan 2018.
Sumber: Reuters
Baca juga: Maroko-NATO bahas kondisi keamanan regional
Baca juga: Marah oleh laporan HAM, Maroko panggil Dubes AS
Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019