Padang (ANTARA News) - Kalangan buruh angkut di Pasar Gadang Kota Padang, Sumbar, kini banyak menganggur karena masih sepinya aktivitas bongkar muat di sentra perdagangan komoditi perkebunan unggulan itu, dampak seretnya pasokan komoditi perkebunan dari sentranya, termasuk asal Jambi dan Bengkulu."Aktivitas bongkar muat melemah, karena pasokan komoditi asal luar daerah dan provinsi ke Pasar Gadang sepi," kata Lubis (43) buruh di Pasar Gadang, Kota Padang, Jumat.Pasar Gadang satu sentra perdagangan produk perkebunan khusus ekspor, seperti pinang, kakao, kulit manis, gambir, menghimpun barang asal daerah kabupaten/kota di Sumbar dan provinsi tetangga seperti Jambi, dan Bengkulu.Pada pusat perdagangan tertua itu, juga menjadi tempat bongkar muat sejumlah barang, baik sembako, alat kebutuhan rumah tangga dan perabot asal kota-kota di Pulau Jawa dan Sumut.Terdapat sekitar enam puluhan buruh angkut beroperasi tiap hari, dominan tinggal di rumah kontrakan di sekitar kawasan itu. Para buruh tersebut tiap harinya beroperasi bongkar muat barang dari truk dan mengantarkannya ke pedagang eceran Pasar Raya, serta pasar tradisional lainnya seperti Pasar Siteba, Bandar Buat, Lolong, dan lainnya. Dia mengaku, sejak sebulan terakhir pasokan komoditi di Pasar Gadang tergolong sepi, karena sebagian besar pedagang pengumpul telah habis kontrak dan juga terkendala cuaca seperti musim hujan. "Biasanya kalau hari hujan komoditi perkebunan itu jarang masuk," katanya. Menurut dia, dari bekerja membongkar muat barang bisa mendapatkan penghasilan Rp20.000/hari sampai Rp75.000/hari. "Kini penghasilan sangat menurun karena tidak banyak barang yang masuk, kadang seharian hanya duduk termenung saja," katanya. M. Zenni, pemilik gudang komoditi di Pasar Gadang, mengaku aktivitas di pasar komoditi itu sebulan terakhir tergolong rendah, karena tidak banyak pasokan barang yang masuk dari luar daerah. "Pasokan hasil kebun, seperti kacang tanah, kakao, dan gambir asal daerah kabupaten/kota masih sepi, sehingga jasa buruh tidak terlalu banyak dimanfaatkan" katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008