Kabul, (ANTARA New) - Para pemberontak Taliban Afghanistan menggunakan strategi media yang canggih untuk mencitrakan bahwa mereka lebih kuat daripada yang sebenarnya untuk merusak kepercayaan pemerintah Afghanistan, kata kelompok kajian terkemuka. Pemerintah dan para pendukungnya harus menjadi lebiih baik untuk menghadapi propaganda ini, jika mereka hendak mengalahkan pemberontakan yang menggiring ke jurang berbahaya antara mereka dan rakyat Afghanistan," kata Kelompok Krisis Internasional dalam laporan barunya. Taliban mengendalikan media semasa pemerintahan mereka pada 1996-2001, antara lain dengan melarang siaran televisi. Namun sekarang mereka justru mempublikasi pesan-pesan mereka, peringatan-peringatan dan klaim-klaim keberhasilan pertempuran melalui laman web, majalah, DVD dan audiokaset. Mereka juga menggunakan pamflet-pamflet, lagu-lagu dan puisi nasionalis serta telepon genggam, kata laporan itu, yang berjudul Propaganda Taliban: Menang Perang dengan Kata-kata, yang diedarkan pekan ini. Taktik-taktik yang berani seperti penjebolan penjara Kandahar pada Juni lalu dan upaya pembunuhan Presiden Hamid Karzai April, di dalam suatu parade militer menunjukkan bahwa pengambilan perhatian terletak pada inti operasi, kata laporan itu. "Penggunaan media secara menyeluruh itu berhasil menggugah kemarakan nasionalisme Afghan dan mengeksploitasi kegagalan-kegagalan kebijakan pemerintah Kabul dan para pendukung internasionalnya." Dampaknya adalah memperlemah dukungan umum terhadap pembangunan bangsa, bahkan melalui beberapa dukungan aktivitas kelompok Taliban. Meskipun terjadi peningkatan yang hebat pada beberapa propaganda mereka, namun pesan-pesan yang bertentangan juga mengindiskasikan keretakan internal, kata Kelompok Krisis Internasional. Mereka menunjukkan kesulitan dalam menyampaikan kebersatuan mereka di kalangan berbagai kelompok pemberontak, yang kepemimpinan dan struktur dukungan diberikan kepada pemberontakan di sepanjang perbatasan Afghanistan-Pakistan. Mereka mencatat, hubungan Taliban dengan jaringan-jaringan pejuang suci atau jihad transnasional tampaknya juga berpotensi ada masalah, karena kelompok pemberontak lebih diuntungkan dengan taktiknya namun terpecah di dalam berkaitan dengan mata-rantai internasional. Pernyataan-pernyataan mereka juga menunjukkan bahwa mereka memiliki kesulitan potensial dalam berunding dengan mitra-mitra mereka. Mereka kurang memiliki agenda yang masuk akal. Lembaga tersebut menyoroti gagalnya strategi pemerintah untuk menguasai dukungan masyarakat, menyerukan perubahan dan lebih diperkuatnya respons media terhadap perkembangan-perkembangan yang terjadi. "Taliban tidak akan bisa dikalahkan secara militer dan tak mempan dengan kecaman-kecaman dari luar," kata kelompok tersebut. Lebih dari itu, legitimasi atas gagasan-gagasan serta tindakan-tindakannya harus menjadi tantangan kuat bagi pemerintah dan penduduk Afghanistan, demikian diwartakan AFP. (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008
mereka merekayasa seakan-akan mereka berada di iraq dan afghanistan untuk menjaga stabilitas keamanan..nyatanya mereka hanya memperpanjang konflik serta melakukan pembantaian terhadap warga sipil. mereka tidak mempunyai alasan apapun untuk tetap menginjakkan kakinya dinegeri 1001 malam dan negeri para syuhada